"Jika seseorang butuh cinta agar hidupnya penuh warna, aku hanya butuh kompor dan juga kulkas agar bisa melanglang buana."
-----
Perkara mudah bila harus berjalan di antara percikan hujan. Hanya perlu payung untuk menghadang, atau jas hujan untuk menerjang. Semua akan aman terkendali. Terlebih bila kalian menyukai hujan.
Hujan memang berkah Tuhan. Tapi, hujanlah salah satu masalah terberat dalam hidupku. Hujan yang turun akan membawa mereka kepadaku, para pejalan kaki beda dimensi, yang 'ada' namun tak hidup, serta membutuhkan tempat singgah untuk berteduh.
Papaku adalah batu. Dia tegas, disiplin, dan juga keras. Lingkungan hidupnya jarang sekali disentuh seorang wanita. Karena beliau merupakan prajurit angkatan Laut, –berbintang tiga– jadilah hidupnya jauh dari kata bebas. Beliau jarang ada di rumah, karena selalu bertugas di tempatnya. Hal ini membuat papa tak memiliki banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarganya, apalagi mencari seorang wanita untuk dijadikan pendamping hidup yang baru. Karena sudah hampir 10 tahun sejak mamaku meninggal dunia, beliau tak pernah terlihat memiliki calon untuk dijadikan istri.
Aku tinggal di rumah yang cukup besar bersama kedua saudara lelakiku, Leo dan Virgo. Meski kami orang berada, papa tak membiarkan kami bermanja ria. Tak satu pun asisten rumah tangga yang papa pekerjakan di rumah kami. Sebagai seorang Lelaki sejati, papa melatih kedisiplinan kami semua sejak kami masih kanak-kanak.
Jika papa adalah batu, akulah guntingnya. Aku lemah, aku tak pernah bisa melakukan satu hal yang papa mau dengan benar. Aku hanya bisa memasak, memasak, dan juga ... tidur. Tapi, akulah sumber energi keluarga kami. Sebagai kakak tertua, sudah menjadi tugasku untuk bertanggung jawab dengan perkembangan dan juga kehidupan adik-adikku, beserta asupan gizi yang mereka makan sehari-hari.
Tapi ternyata, aku salah besar. Papa tak benar-benar sibuk dengan urusannya. Seminggu yang lalu, papa pulang dengan memperkenalkan wanita cantik sebagai calon istrinya kepada kami semua.
"Prajurit, saya perkenalkan kepada kausemua, seorang wanita cantik yang akan kaupanggil Mama, dan seorang wanita tak kalah cantik yang akan kaupanggil Kakak nanti." Setelah memberikan aba-aba agar kami semua berdiri dengan sikap sempurna, papa memperkenalkan dua orang wanita yang memang cantik sebagai calon ibu dan juga kakak untuk kami bertiga.
Semua berjalan dengan cepat. Beberapa hari selanjutnya, –tepatnya dua hari yang lalu– pernikahan pun berlangsung. Dan setelah sekian lama, akhirnya rumah ini dihuni oleh seorang wanita lagi. Ini terasa sangat aneh ... Kami sudah terbiasa tinggal tanpa seorang wanita, dan hidup dalam aturan yang papa buat. Setelah mereka datang, banyak sekali perbedaan yang terjadi di rumah ini. Selain kondisi rumah yang menjadi jauh lebih bersih dan rapih, mama baruku juga memiliki aturan lain. Yaitu ... Kami harus makan makanan sehat dan juga rajin berolahraga bersama. WOW PERFECT!.
~*~
BRUG BRUG BRUG! Suara ketukan pintu yang sangat kencang terdengar.
"Bangun prajurit!" teriak papa dengan suara lantang yang langsung membuat seisi rumah bangun dengan terkaget-kaget.
"Ya Allah Pah ... Ada apaan ini?!" Gemini keluar dari kamarnya yang ada di depan kamarku, dengan wajah kesal dan juga mata yang masih sulit untuk dibuka lebar. Ya, Gemini adalah kakak perempuan baruku.
Aku dan kedua adikku sudah berdiri tegap di depan kamar masing-masing. Mereka berdua sudah membawa handuk yang mereka lingkarkan di pundaknya. "Astaga, anduk!" ucapku pelan, namun terdengar oleh papa.
"Aries?!" papa berteriak sembari mendekat ke arahku.
"Yes, Sir!" jawabku dengan badan tegap, sikap sempurna.
"Kapan kaubisa disiplin? Kenapa kauselalu lupa dengan handukmu sendiri? Lihat adik-adikmu ... Mereka jauh lebih disiplin dibandingkan dirimu! Push up 50 kali!" ucap Papa dengan tegas.
Aku pun segera melakukan hukuman yang papa berikan. Sekilas kusempatkan untuk melihat, kedua adikku sedang menahan tawa dengan wajah puas. Begitu pun dengan Gemini yang ikut tertawa dengan berdecak pinggang. Dasar, adik dan kakak kurang ajar!.
Sedikit informasi, kamar kami semua ada di lorong lantai dua yang pintunya berderet menghadap satu sama lain, sangat mirip dengan hotel. Alasannya? Sudah jelas, agar papa mudah mengontrol kami semua.
"49... 50 ... Siap, sudah Sir!" setelah selesai melakukan hukuman, aku langsung berdiri lagi dengan badan tegap, sikap sempurna. Ini terlihat tak adil ... Kenapa hanya para lelaki yang harus menjalankan aturan ini? Maksudku, sekarangkan ada Gemini? Dia juga bagian keluarga ini. Kenapa papa taj memarahi Gemini yang kini berdiri seenaknya dengan berdecak pinggang? Jika aku protes, papa pasti akan marah. Sungguh terlalu!
Kalian semua bersiap untuk mandi. Waktu mandi hanya 10 menit, dimulai dari ... SEKARANG!" ucap Papa dengan tegas, lalu pergi menuruni anak tangga. Aku pun segera berlari ke kamar untuk membawa handukku.
Setelah membawa handuk, aku dan kedua adikku langsung berlari menuju kamar mandi yang letaknya tak jauh dari kamarku. Karena kamar mandi di lantai atas hanya ada satu, kami bertiga sudah terbiasa mandi bersama bila papa ada di rumah. Hanya papalah yang bisa membuat kami bertiga damai dan juga kompak.
Jam sudah menujukan pukul setengah enam pagi. Aku sudah siap dengan seragam rapih dan juga rambut yang ditata mirip Ariana Grande, Loh(?). Sudah menjadi kebiasaan bagiku memasak sarapan pagi di rumah ini. Baru kulangkahkan kakikku menuju tangga, tiba-tiba saja hujan turun cukup deras. Tak mau membuang waktu lebih lama lagi, kulangkahkan kaki dengan kesal menuruni anak tangga.
"Kenapa sih Arie?" tanya mama kepadaku.
"Aries kesel mah ... Pagi-pagi uda ujan. Mana Papa nggak bolehin aku bawa kendaraan ke sekolah, kan? Masa aku harus ujan-ujanan?" terangku kepada mama yang sedang berdiri kaku di dapur.
"Yauda ujan-ujanan aja Arie." Mama terlihat sangat pucat, rambut dan sekujur tubuhnya basah, seperti baru kehujanan.
"Mah ... Masak yuk?" tawarku kepada mama.
"Kamu aja yang masak. Memang mau bikin apa?" dengan mulut bergetar sebagai tanda bahwa beliau kedinginan, mama bertanya.
"Em ... Aku mau bikin sandwich sehat sama jus pisang mix jeruk aja mah!" jawabku penuh semangat.
Untuk beberapa menit selanjutnya, aku sudah sibuk membuat sandwich. Sandwich kali ini kubuat dengan berbeda. Tak ada daging di dalamnya. Hanya ada sayur selada, tomat, dan juga acar. Hahaha tak apalah, mama baruku memang menginginkan ini, kan?
Akhirnya, sandwich penuh sayuran selesai aku buat sebanyak 14 buah dengan variasi bentuk yang berbeda-beda. Ada bentuk naga, burung, kucing, singa, harimau, anak jalanan, ggs, bentuk bulat, kotak, beraksi, masih cinta, perhatian, kasih sayang, dan juga pengorbanan. :')
"Mah? Ini jeruknya berapa banyak ya?" tanyaku kepada mama, saat aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang.
"Jeruk apa Rie?" tiba-tiba saja mama baruku menyahut. Beliau baru saja masuk ke area dapur sembari membawa gelas.
"Eh ... Em ... Ini jeruk buat jus! Hehehe ..." aku sempat kehabisan kata-kata saat menjawab pertanyaan itu.
~*~
"Aries, tungguin gue! Jangan cepet-cepet kek!" teriak Gemini dari arah belakang. Gemini berjalan sangat lambat. Huh, menyebalkan! Beginilah nasib punya saudara perempuan ...
Kuhentikan langkah kakiku dengan kesal. "Ayo cepat! Lu jalannya lama banget sih?" ucapku hampir murka.
"Pelan-pelan dong ... Nanti roll rambut gue lepas! Sambil bawa payung tuh ribet tau!" Gemini terlihat kesulitan melewati jalanan yang penuh dengan kubangan air. Rambutnya masih penuh dengan roll rambut. Astaga ... Apakah perempuan selalu serumit ini, ya?
"Gue tunggu di depan aja ya? Uda jam en–" ucapanku terpaksa terhenti. Tiba-tiba saja, ada sesuatu yang ikut berteduh di bawah payungku. Sesuatu itu ... Terlihat sangat menyeramkan!
Tepat di samping kiriku, berdiri seorang wanita berambut panjang hingga ke pingang, dengan gaun putih lusuh yang kini basah karena hujan. Sekujur tubuhnya pun basah ... Kulitnya pucat pasih, terutama bibirnya yang terlihat membiru hampir beku. Kondisinya sangat mengenaskan! Meski kini kepalanya tertunduk, aku bisa melihat dengan jelas ada luka dibagian atas kepalanya, dan juga di pelipis kirinya. Hal ini membuat sekujur tubuhku meremang hingga aku tak bisa berkata-kata lagi.
Inilah hal yang aku benci saat hujan. Mahluk-mahluk sepertinya akan bersikap seenaknya dan juga menyebalkan! Karena kesal, aku pun memaksakan diri untuk bertanya.
"Ka-kam ... Kamu mau apa?" tanyaku dengan terbata-bata.
"Mas ...?" tanya wanita itu dengan suara kecil yang hampir tak terdengar karena tertimpa hujan.
"Iiy ... iya?" jawabku mulai ketakutan.
"Antar saya mas ke warung depan ... Pembalut saya habis Mas ..." ucapnya sembari mengarahkan telunjuknya ke arah sepatuku. Aku pun mengarahkan pandanganku ke tempat yang ia tuju.
Astaga! Tepat di bawah sepatuku, air hujan yang mengalir di jalanan pun berubah menjadi merah seperti darah! Dan ... Ternyata benar, wanita itu kehabisa pembalut! Dari kakinya, mengalir banyak darah segar yang kini bercampur dengan air hujan!
"AAAAAAKKK!" aku pun berteriak ketakutan dengan melempar payung yang kupegang. Hampir saja tubuhku terhempas ke belakang, namun ada tubuh Gemini yang berhasil menahan tubuhku.
"Awww! Lo kenapa teriak-teriak sih? Aneh," tanya Gemini keheranan. "Ahhh roll poni gue lepas! Lo sih Rie rese abis!" tambahnya.
"Gu-gu-gue ... Lo liat itu deh!" jawabku sembari menunjuk ke arah air yang mengalir di jalanan. "Loh kok? Tadi itu darah loh yang ngalir! Sumpah deh gue ga boong tadi itu ada darah di sana!" aku pun panik karena darah itu tiba-tiba saja menghilang.
"Darah apaan sih? Aneh lo! Ayo cepet ah nanti telat. Rok gue entar basah lagi. Lo ga akan pake payung?" tanya Gemini.
"Oh iya! Anjrit basah gini jadinya ..." aku baru sadar, ternyata aku melepaskan payungku tadi.
~*~
Singkah cerita kita pun sudah berada di pinggir jalan raya. "Duh, baju gue basah nih tar masuk angin lagi ..." keluhku pada Gemini dengan kesal.
"Salah lo sendiri kenapa aneh kaya tadi? Lo ga liat, gara-gara lo, poni gue jadi ancur gini?" ucap Gemini tak kalah kesal. Hampir saja aku akan mencakar wajahnya. Untung saja angkot yang akan membawa kami ke sekolah sudah berhenti di depan kami.
"Udah ah, yuk! angkotnya uda ada." Kami berdua segera masuk ke dalam angkot. Sungguh terkejutnya aku! Di dalam angkot, sudah ada tiga wanita ... (maaf) setengah pria yang duduk menyebar! Aku langsung tak enak hati melihat keberadaan mereka yang tak mau sedikit pun menggeser posisi duduknya. Aku pun terpaksa duduk di pojok kanan angkot dekat jendela belakang, begitu pun Gemini yang ikut duduk di sebelahku. Ketiga pasang mata dari 'wanita' itu pun langsung mengarah kepada kami berdua. Jantungku tiba-tiba saja berdegup dengan cepat.
"Arie ... Lo yakin kita nggak salah angkot?" tanya Gemini dengan berbisik. Salah satu 'wanita' yang berpakaian India dengan rambut diikat satu –percis seperti pemain Jinny oh Jinny– merapatkan duduknya ke arah Gemini.
"Ssttt uda diem aja kalo mau selamat!" ucapku setengah panik, namun berusaha kututupi.
Dua 'wanita' lainnya yang berpakaian kurang bahan, duduk di kursi depan kami sembari melihat sinis ke arah Gemini. "Sok cantik!" ucap salah satu dari mereka sembari membetulkan kembennya yang melorot.
Si Jinny oh Jinny pun mengangkat tangannya untuk membetulkan rambut ala-ala buntut kudanya itu, dengan wajah angkuh nan anggun. Dan ... Tereksposlah ketiaknya yang lebat itu, tepat di depan wajah Gemini. Bau semerbak pun langsung memenuhi seisi angkot ini.
Perjalanan ditembuh sekitar 20 menit. Namun, itu terasa seperti 20 jam karena ada 'wanita' ajaib di dalam angkot yang aku dan Gemini naiki. Hampir saja kami berdua pingsan karena kehabisan udara segar. Untung saja, kami sudah sampai di tempat tujuan. Tak mau membuang waktu lebih lama, kami berdua pun segera turun dari angkot.
"Ahhhh akhirnya sampe juga! Udara pagi yang sejuk, hujan yang mulai surut, rerumputan yang masih basah karena hujan, Eummmm seger banget!" terangku bak Syahrini yang sedang berlibur manja.
"Palalu seger! Apanya yang seger heh? Gue hampir mati gara-gara bau ketek si Jinny oh Jinny KW itu! Lo tau? Baunya tuh terus nempel di idung gue! Dan lo tau? waktu dia angkat tangan tadi, bertepatan sama gue yang lagi buka mulut. Baunya langsung ketelen sama gue ... Dan baunya tuh kerasa sampe sekarang di tenggorokan gue! Ini gaada seger-segernya tau!" Gemini pun murka.
"Hahhaha, ngakak abis coy! Nggak apa-apa kali, anggap aja vitamin buat sekolah di sekolahan baru" kataku santai.
"Ihhhh! Dasar cowok, nggak ada pengertiannya banget!" Gemini semakin murka.
"Idih, dasar cewek, ribet banget!" ucapku tak mau kalah.
"Idih ngeselin lo ya! Males banget punya sodara kaya lo!" Gemini mendorong tubuhku.
"Siapa juga yang mau punya sodara kaya lo? Ribet kali yang ada! Lelet, nggak disiplin, alay, cerewet lagi! Kok mau ya Bokap gue punya anak lagi kaya lo?" karena tak mau kalah, aku pun mengatakan sesuatu sekasar itu.
"Lo... Ngeselin banget sumpah!" Gemini mulai meneteskan air mata. Hal ini mengundanh perhatian orang-orang yang berseliwengan.
"Gemini ... Sorry ya kalo ucapan gue tadi terlalu sadis. Gue nggak maksud buat bikin lo nangis kok ... Gue cuma ... Nggak ngerti aja cara buat bersaudara sama cewek" ucapku penuh penyesalan.
"Arie, kita sekarang tuh bersaudara, gue cuma pengen punya saudara cowok yang pengertian, perhatian dan juga bisa jagain gue. Bukan kaya gini ... Malah debat, ujung-ujungnya berantem. Ini tuh hari pertama gue sekolah di sekolah baru, tapi lo malah bikin mood gue rusak!" Gemini mengusap air matanya.
Untuk beberapa saat, aku hanya bisa diam sembari berusaha mencerna perkataan Gemini tadi.
"Sorry ya kalo gue nggak bisa jadi sosok saudara kaya yang sering lo bayangin ... Kita baru dua hari jadi keluarga, masih banyak hal-hal yang harus kita pelajari satu sama lain. Kita juga masih butuh beradaptasi sama kehidupan masing-masing. Gue cuma kesel dan belum terbiasa aja sama lu yang lelet, ribet dan cerewet. Hampir 10 tahun gue nggak serumah sama cewek, jadinya gue ngerasa ada yang aneh aja gitu ..." kataku terus terang.
"Iya gue juga sama ... Gue belum terbiasa sama pola hidup cowok-cowok kaya kalian yang keras dan tegas itu. Gue berharap, kedepannya keluarga kita bisa kompak dan baik-baik aja ya Rie?" Gemini berusaha tersenyum dengan tulus kepadaku, meski air matanya masih belum kering seutuhnya.
"Walaupun ini pertama kalinya kita ngobrol saling jujur dan terbuka, gue uda dapet beberapa pelajaran dari lo. Iya, semoga kedepannya keluarga kita baik-baik aja ya? Semoga kita bisa semakin deket dan gue bisa jadi saudara yang mirip bayangan lo selama ini," aku pun tersenyum.
"Iya Rie, pokoknya harus! Kita damai nih?" Gemini mengangkat jari kelingkingnya.
"Damai dong," kuangkat juga jari kelingkingku sebagai tanda perdamaian. "kita kan keluarga! Hahah, uda masuk yuk! Muka lo jelek kalo nangis kaya tadi. Tar anak-anak pada takut lagi kenalan sama lo." Kutarik lengan Gemini untuk masuk ke dalam sekolah.
"Pelan-pelan ih!" Teriak Gemini.
~*~
Langit berwarna jingga sore ini terlihat menawan. Angin yang bertiup sangat damai, membuat tubuh terasa nyaman. Semua pikiran negatif tentang perempuan pun, seperti hilang terbawa arus angin sore. Lambat laun, aku semakin nyaman dengan keluargaku yang sekarang. Meski baru 3 minggu tinggal bersama, aku sudah merasa kerasan dengan keadaan kami semua.
Kupasang earphone yang selalu aku bawa ke mana-mana. Jika benda ini tak ada, aku tak tahu lagi harus melakukan apa. Hanya earphone inilah yang bisa menjauhiku dari bisikan-bisikan aneh jika aku sedang sendirian.
"Woy! Lagi apa luuuu?" tiba-tiba Gemini muncul mengejutkanku yang sedang duduk di kursi taman belakang rumah.
"Rese lu ya make ngagetin gue segala. Liatkan gue lagi apa? Lagi menikmati udara sore sambil dengerin lagu enak tau!" ucapku penuh ekspresi.
"Emang dengerin lagu apa sih?" Gemini merebut ponselku. "Anjrit, lagu duo serigala? Apa enaknya gila!" satu cubitan mendarat di bahuku.
"Hahah enak tau! Eh laper ga?" tanyaku mencoba perhatian.
"Banget! Lo mau masak? Ikut!" Gemini terlihat sangat antusias.
"Yauda ayo!" ajakku.
Aku dan Gemini segera menuju dapur. Kedua adikku, Leo dan Virgo, terlihat sedang bermain playstation di ruang keluarga. Begitulah mereka, jika papa tak ada, mereka akan membunuh waktu dengan bermain playstation. Papa sudah kembali bertugas sejak kemarin pagi. Begitu pun mama baruku, beliau harus memeriksa butiknya yang berada cukup jauh dari rumah. Jadilah semua anak lucu nan imut ini ditinggal sendirian.
"Masak apa Rie? Yang enak terus pedes dong!" setelah sampai di dapur, Gemini langsung menyodorkan cabe rawit ke arahku.
"Em pedes? Kentang sambalado sama ayam goreng pake sambel aja yuk!" tawarku penuh semangat.
"Mau, mau banget! Apa aja nih bahannyaaa?!" Gemini tak kalah semangat. Dia langsung membuka kulkas, bersiap membawa bahan-bahan.
"Tuh di kulkas ada kentang di keresek item, bawa aja semua. Ayamnya ada di freezer. Lu kupasin kentangnya, terus potong-potong dadu ya? Gue mau blender bumbunya dulu," terangku dengan jelas.
Kami pun terlarut dalam udara panas dari kompor di dapur ini. Ditemani canda dan tawa, dalam waktu satu jam lebih saja makanan sudah selesai dibuat.
"Yey uda jadi!" teriak Gemini kegirangan.
"Bawa ke meja makan gih! Gue siapin piring sama minumnya dulu yap," aku bergegas membawa piring dan juga gelas. Jam sudah menunjukan pukul enam lebih 13 sore. Azan Magrib pun berkumandang.
"Alhamdulillah ... Leo, Virgo, sini makan!" teriak Gemini tak sabar. Leo dan Virgo pun segera berlari ke meja makan.
"Kaya buka puasa aja ya kita? Hahaha," tanyaku dengan tawa renyah.
"Oh iya, Mama pulang jam berapa kak?" Leo bertanya kepada Gemini.
"Kayanya malem sih ... Biasa, orang sibuk." Sembari menuangkan air ke dalam gelas, Gemini terdengar sedang bersenandung kecil.
"Ye, mau makan malah nyanyi!" tegurku.
Setelah hidangan siap tersaji, kami pun berdoa bersama sebelum menyantap hidangan. Untuk beberapa saat, suasana pun hening. Semua sudah mulai fokus menyantap makanan masing-masing. Leo dan Virgo terlihat lahap menyantap hidangannya.
"Eummmm ... Enak banget Rie!" Gemini memuji masakanku. "Belajar masak dari mana?"
"Mama gue. Tadi dia yang kasih tau gue bumbu-bumbunya," jawabku enteng.
"TADI?! TADI APA MAKSUDNYA?!" tiba-tiba saja Gemini menjadi panik. Dia menjatuhkan sendok dan garpuhnya dengan keras.
"Iya tadi ... Mama gue kan ada di dapur," jawabku jauh lebih tenang.
"Kak Aries kan bisa liat orang yang uda meninggal, Kak. Kadang Mama masih sering dateng ke sini buat ngawasin kita semua ..." Leo memberikan penjelasan. Aku hanya tersenyum saja.
"APAAA?!" Gemini pun pingsan.
-tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar