Ada
satu titik dimana seseorang merasa lelah dengan segala hal yang bergelayutan
disana-sini. Titik dimana senyum kini tergambar egois karena enggan hadir walau
sekedar memalsukan keadaan.
Titik
dmana tawa kini membisu dicelakai rasa sedih yang kian menangis terinjak
beratnya monitor kehidupan.
Ada
satu ruang hampa gelap yang mengurung seseorang sehingga ia terbelenggu akan
kelamnya hari-hari yang entah dimana salahnya.
Ruangan
yang dulu penuh gelak tawa, ruang yang penuh akan visi dan misi kesuksesan,
ruang dimana pelukan adalah kenyataan akan kebahagiaan disana-sini.
Satu
titik jenuh yang mematahkan segala semangat untuk melakukan tarian disetiap
belokan jalan raya yang kini sepi tak berjiwa, satu titik melelahkan akan
penuhnya sandiwara dari drama manusia berhati egois, yang terasa kian
memillukan karena membebani hari dan watu.-
Aku
pernah punya mimpi. Sebelum satu titik hitam yang membuat kotor
air-tenangku, mimpi itu hampir nyata. Pernah aku teriakan dengan nada
tinggi bahwa mimpi itu akan segera aku capai.
Aku
peluk dan aku genggam setiap kawan yang senantiasa memberi canda antusias agar
semangat terselubung rapih untuk perawakanku.
Mimpi
itu rusak karena kamu..
Kamu,
yang selalu pergi dan mematahkan setiap mimpi yang aku susun diatas jarum.
Kamu,
yang selalu mendorong mimpi itu hingga jatuh dan membuat aku tergores oleh
ketajamannya.
Kamu
pula yang kadang hadir menjahit dan menutup luka yang kamu buat sengaja,
Dengan senyuman licik, dengan sadar, seolah menyatukan potongan tangan pada
boneka permainanmu.
Pernah
aku buang kawan baik kedasar belerang sehingga aku tak bisa mencarinya lagi.
Dan kini, sepi. Raga mati di kota mati. Salahku membuang semua guratan tangan
para kawan hanya untuk satu mimpi abstrak.
Satu
titik hitam itu, perusak mimpi.
Dan
satu titik hitam itu kamu.
Susah
hilang luka, susah hadir langit cerah. Kini tertinggallah kereta semangat
hidup, dan kau bawa lari hati yang menangis.
Sampai
kapan kau lukiskan satu titik hitam pada setiap wajah yang menarikmu untuk diajak
bercanda?. Sadis.
Sadarlah
kawan, kau telah membuat hitam menjadi putih.
Dan
aku benci kepergianmu yang terlihat sengaja, dan memantul untuk kembali. Jika
ingin, ayo pergilah dengan konsisten. Agar aku bisa menyepi untuk menenangkan
kolam yang kini hitam dan hampir mati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar