Aku
kini sendiri
Menari
mengukir pena kesana kemari..
Mencari
kawan sejati untuk diajak berdiri
Namun
setiap malam hanya sedih yang kian mengikis jemari..
Semua
telah pergi.
Karena
kejujuran hati yang aku ucapkan sangat tak tepat waktu
Awalnya
ingin kusimpan saja semua sendiri
Tapi
mereka, memaksa aku membuka dialog agar tak menjadi batu
Yang
ternyata, tak bisa mereka terima dengan hati yang menyatu
Hati
ini menangis
Ingin
sekali rasanya meringis
Disebuah
pundak seseorang yang tak akan menangkis
Namun
nihil, semut pun enggan untuk ikut melukis
Memberi
sedikit aura manis
Untuk
hidupku agar tak terus mengikis..
Bisakah
aku melewati masa sulit ini?
Bisakah
aku merasa hebat dan kuat untuk bertahan?
Atau
aku harus menyerah, meninggalkan jejak tanpa karya?
Satu-satu
sosok yang aku sayang berputar di memoriku
Membuat
atap, menjadi layar imajinasiku yang semakin hari semakin menyepi
Bisakah
mereka merasakan ini semua?
Rasa
rindu dihiasi sakit namun tak berdarah benci
Rasa
tulus yang pernah tergores luka karena perginya diri.
Aku
merindu untuk bisa bertemu
Aku
melayang dengan harapan yang belum pasti kemana akan berlabuh
Aku
teresat pada rindu yang tidak bisa aku dekap
Kesendirian
semakin kuat memeluk hati yang rapuh
Menimbulkan
penyakit yang terus meradang wajah
Sakit...
sekujur tubuhku sakit
Lebih
pedih ditambah sakit hati yang membukit.
Suara
tangisan teredam rasa bersalah
Salahnya
aku menyimpan harap pada sosoknya..
Perginya
dia hanya menambah duka
Duka
untuknya dan juga kawan lainnya
Tolonglah
buka sedikit mata milikmu
Lihatlah
kita yang merangkak dari lubang kekecewaan.
Bisakah
aku gapai kalian semua?
Bisakah aku dapatkan kata diatas rasa kehilangan?
Bisakah bahagia menjadi kebiasaanku ?
Ataukah harus aku tutupi semua ini, hanya pada tulisan
demi tulisan?
Haruskah aku sekarat agar mendapat berkat?
Kau pikir, tubuh ini kuat menimbun semuanya?
Kau pikir, aku terlalu banyak mengeluh?
Lalu, perlakuan manusiawi mana yang harus aku lakukan?
Bila aku harus kehilangan saat kritis menjadi saudara
dekatku..
Aku hanya manusia rapuh dengan segudang dosa yang terus
merindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar