Untuk edisi #enamsepuluh bagian 2
Belum pernah terpikirkan–lagi–untuk bisa menjadi kelelawar yang hidup saat gelap, dan mati saat fajar tiba. Untuk menahan rasa kantuk saja, aku tak bisa. Aku patuh dan menggengam teguh sebuah aturan bahwa: sebagai pelajar yang baik, pukul 7 malam harus belajar, dan nanti pukul 10 malam harus sudah terlelap.
Aku sempat membenci malam. Karena saat dulu, pengalaman pahit tentang malam pernah aku alami. Di kala yang lain tenang dalam mimpi indahnya, aku harus dihadapkan pada situasi di mana mimpi buruk yang nyata selalu hadir di waktu malam–mimpi buruk itu tentang hal yang tak bisa semua orang lihat.
Aku sangat ingin mengubur semua hal tentang mimpi buruk tersebut. Namun ternyata, tak pernah bisa. Seberapa keras pun kucoba untuk melupakan hal itu, semakin banyak orang yang mengingatkanku tentang hal tersebut.
Kala itu, sangat mustahil mendapatkan tidur nyenyak tanpa gangguan dari macam-macam hal. Hampir setiap malam mataku terjaga mengawasi mereka yang tak bisa dilihat oleh banyak orang. Secepat darah yang mengalir di tubuhku, muncul pula rasa takut yang teramat takut mengiringi. Setelah menempuh banyak jalan yang memerlukan banyak tenaga dan pengorbanan, akhirnya lambat-laun aku pun terbiasa dan mulai mendapati jatah tidur normal layaknya pelajar patuh terhadap aturan. Hingga lupalah aku bagaimana rasanya terjaga pada malam –pagi buta– hari. Dan aku pun bersyukur tak harus datang ke sekolah dengan wajah lesu dan rasa kantuk lagi, dan tak lagi mendapatkan julukan Aries si horor.
Namun tiba-tiba, kau datang menyapa malamku seakan memaksa untuk tetap terjaga. Aku yang kala itu tengah berusaha setengah mati untuk tidak tertidur karena sebuah keharusan dalam mengerjakan tugas pun, merasa mendapati tenaga baru untuk tak cepat terlelap. Di hari itu pun, aku merasa seperti berada di atas ranjang yang terbuat dari bulu angsa yang halus, ditemani seseorang yang sangat menarik perhatianku. Meski nyaman, namun enggan untuk menutup mata walau sejenak.
Semenjak hari itu, aku pun mencandu sebuah kenyamanan darimu. Meski harus setengah mati menahan mata yang memberat, meski berkali-kali sempat terkantuk tak sadar, meski harus terus menatap layar ponsel untuk menunggu balasan darimu, itu tetap aku lakukan. Kita saling bercengkrama hingga fajar menampakan wajahnya. Satu hari hingga 1 bulan, kita jalani malam bersama. Percakapan tanpa henti pun kita lakukan. Berbagai hal telah kita bicarakan. Membuat kita semakin saling mengenal satu sama lain, dan membuatku serasa memilikimu.–meski tak secara langsung, sih....
Tapi, malam ini sungguh berbeda. Ini sudah bulan ke 6 sejak menghilangnya kamu dari hidupku. Aku yang sudah terbiasa dan bersahabat lagi dengan sang malam pun, merasa sangat kesepian. Canda itu telah hilang. Kebersamaan kita telah musnah. Percakapan malam telah terbang bersama angin hingga lenyap. Dan aku, tetap terjaga sembari mengenang semua memori tentangmu.
Aku ingin tahu. Sebenarnya, kamu di sana seperti apa? Baru aku sadari sekarang, bahwa aku belum benar-benar mengenalmu secara utuh. Dinginnya malam baru menyadariku tentang banyaknya pertanyaan yang belum aku lontarkan untukmu. Dulu, aku terlalu mabuk. Dengan antusiasnya, aku menceritakan semua tentangku agar tak hilang topik di antara kita. Ini sangat tak sebanding. Karena kamu, tak banyak berbicara tentang hidupmu. Dan membuatku menyimpan banyak penasaran yang besar saat ini. Hingga tak jarang, kau hadir dalam mimpiku dengan sebuah jawaban yang sangat ingin aku ketahui, namun berbanding terbalik dengan yang aku kira.
Tapi, apa kamu memikirkanku pada setiap malammu seperti aku memikirkanmu? Apa kamu pernah atau selalu menyebut namaku saat kau merindu, seperti aku merindumu?
Apa kamu baik-baik saja sekarang? Apa ada kawan yang senantiasa membantu dan menemanimu di sana? Apa mereka selalu mengingatkan dan menegurmu tentang baik dan benar?
Ini hampir setengah tahun, kujalani hidup yang monoton tanpa dirimu. Waktu memang berjalan pesat kini. Tapi ingatanku terhadap dirimu, tak mau hilang dengan cepat.
Malam menjadi teman setiaku....
Tidur bukan lagi prioritasku....
Menikmati mimpi dalam lelap, bukan lagi keinginanku....
Tak ada lagi pukul 3 pagi yang hangat bersama dirimu. Aku lupa seperti apa suaramu. Karena aku, hanya 2x mendengarnya.... Dan kini, aku sangat-sangat ingin mendengar suaramu hingga mungkin aku terlelap dan bisa memelukmu dalam kenyataan.
Kamu seperti hantu. Nyata, namun tak terlihat. Tapi aku rela dihantui olehmu hingga waktu lama seperti sekarang ini.
-Aries-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar