11 November 2014

Serpihan Coretan

Cinta itu emang ngebutain segalanya. Kadang kita dengan gampangnya tinggalin orang terdekat bahkan semua orang yg kita kenal cuma karna cinta. Kadang, sadar ga sadar, kita bakalan acuhin gitu aja temen-temen kita karena asyik sama orang yang kita cinta. Semua bakalan kerasa indah kalau kita dapet timbal balik dari orang yang kita cinta... Saling sayang dan ngebutuhin misalnya?. Apa lagi orang yang kita cinta itu bisa kita temui didunia yg nyata. Bisa kita pegang rambutnya... Bisa kita pegang tangannya... Bisa kita peluk dan kita ajak main kemanapun. Bisa kita cium wangi badannya, bisa kita denger suaranya...

Tapi, lain halnya sama cinta sepihak. Cuma kita yang berjuang, karna kita belum tau gimana perasaan dia sebenernya sama kita. Ini cuma bisa bikin kita terpaku, fokus sama "dia". Kita bakalan kebingungan mikir 'gimana caranya ambil hati dia?' Atau minimal 'gimana caranya bisa narik perhatian dia?'. Ini selalu bikin kita gelisah tiap malam. lupa sama hal yang harusnya kita lakuin... Interaksi sama temen-temen misalnya?. Belum lagi posisi ini diperparah sama "jarak". Ga jarang kita habisin sepanjang hari cuma main gadget buat hubungan sama orang yg kita cinta. Karna dia gabisa kita temuin setiap kita butuh, karna dia gabisa kita peluk tiap kita mengeluh, karna dia gabisa kita cium setiap kita berpeluh, jadinya sepanjang hari cuma kita abisin main gadget. Secara ga langsung, kita cuma berkutat sama dunia maya dan terbang jauh menjelajah disana. Sampai kita lupa buat berpijak didunia nyata, Sampai kita ilang arah dan gatau harus kemana lagi setelahnya. Baru kita paham, suara dia aja, kita belum tau kaya gimana!.

Baru kita sadar... waktu orang yang kita cinta itu milih buat pergi tanpa alasan jelas.... Oh ini emang bener cinta sepihak. baru kita tau kalau orang yang selama ini kita kejar gapernah anggap serius semua hal yang kita lakuin. Yang kita tau, dia bisa masukin kita kedalam hari-hari dia cuma buat ngusir rasa sepi aja. karna waktu itu, dia ada diujung kehidupan lama. Waktu dia uda dapetin hidup yang baru, lembaran baru, teman baru, dia mudah pergi gitu aja, Keluarin kita dari hari-harinya. Bikin jarak tanpa jejak yang gabisa lagi kita kejar... Ninggalin kita sendiri, dibawah step kehidupan yang belum bisa kita naikin satu tingkat-pun...
 
Baru keinget temen-temen deket kita yang uda kita tinggalin gitu aja. "Kemana mereka?" Baru skrg kita cari tahu dan wow, mereka uda maju 8 langkah didepan kita. Sampai kita kurang kenal, "siapa mereka yg skrg?" Sampai kita bener-bener gabisa maju satu langkah aja, karna sekarang kita cuma bisa nyesalin apa yang uda terjadi....
##
"Jangan pernah tinggalin orang-orang, cuma karna mau milikin satu hati. kadang kita buta, mana yg peduli, mana yang gak."


25 Agustus 2014

Aries itu namaku bagian 4 (Tamat)

Untuk edisi #AriesItuNamaku bagian 4 (tamat)

Hai! baca dulu yuk bagian 3nya di sini:)

-------

"Aku jawab mau kak aahhhhhh seneng banget deh sumpah, gabisa nafas aku heufff." Dengab gembira, seolah tidak punya salah apa-apa, dia berkata seperti itu dengan senyum yang mengembang.

        "Wah selamat ya, longlast terus ya," kupasang senyum kepalsuan di depan dia. 

         Masih mengandeng tanganku, kini dia memeluk tanganku sambil berkata “Terimakasih kak! Kakak orang pertama yang tau ini loh! Kakak kan uda aku anggap kaya Kakaku sendiri hihi." Jadi, aku hanya dianggap sebagai kakak?  tiba-tiba aku tersentak, bukan main sakit yang aku rasa. Aku mematung menahan sakit hati yang cukup dalam ini.

         “Kak ... kak Aries! Kok ngelamun sih? Jadikan main ke rumah aku?” aku tersadar. 

          Dengan terbata, aku menjawab “Emm ... Aa-aku gabisa m, maaf ya! Soalnya aku lupa kalau sekarang aku harus pulang cepat, ada acara keluarga," alasanku.  

         Bisa aku lihat dengan jelas raut kekecewaan di wajah Suci. Tiba-tiba dia berkata “Tau gini, aku pulang sama Kak Ditya aja! Yauda aku duluan! mending pulang sendiri aja. bye!” dengan kasar dia pergi meninggalkan aku.

          Bukan main. Perkataannya tadi, sukses membuat emosiku memuncak. Aku memang anak yang sangat emosional, dan kini, rasanya mataku memanas. Aku yakin, sebentar lagi akan ada air mata menetes. Tapi, masa iya harus menangis? Di parkiran pula? Dengan cepat kulangkahkan kaki menuju Motorku. Dan aku pacu cepat motorku dengan harapan agar bisa cepat sampa di rumah ... Di kamarku lebih tepatnya.


          Fokusku hilang, kini emosiku memuncak bak gunung yang akan meletus. Helm yang aku kenakan terasa lembab dan basah. Dengan cepat motor ini melaju, menetes pula air mata yang deras dari mataku. Aku semakin kehilangan fokus saat di jalan, yang aku pikirkan hanya Suci ...  tega sekali dia berkata seperti tadi! keselamatan pun tak aku pikirkan lagi. dan tiba-tiba ... dari kanan-kiriku, melaju beberapa motor yang tak kalah cepatnya! Motor itu banyak sekali. Mungkin, sekitar 10 motor melebihi kecepatanku tadi. Saat aku sadar, aku berada di sebuah jalanan perumahan sepi yang dikenal seram, dengan keberadaan sekumpulang geng motor.

         Entah kapan aku memacu motorku kejalanan seperti ini. Tiba-tiba saja aku merasa ngeri aku saat memikirkan para geng motor itu. Mengingat, mereka tidak segan memukuli remaja yang lewat kemari. Karena, mereka berpikir remaja yang melewati jalanan ini adalah mata-mata dari kubu musuh.

         Aku tersadar lagi, 10 motor dengan pemuda yang mengendarainya, sudah berbaris menyamping di depan sana, seolah akan menahanku untuk lewat. Terpaksa saat sampai di sana, aku hentikan laju motorku. Dengan gemetar, aku matikan mesin motorku.

       "Wah wah wah ... rupanya ada penyusup masuk ke sini bro!” sentak salah satu dari mereka yang mengenakan kaca mata hitam. Mungkin dia ketuanya. 

        “Enaknya kita apain ya?” kini posisi mereka sudah mengelilingiku. 

       “Buka helm lo!” perintah salah satu dari mereka yang memiliki badan paling kecil.

         Dengan sigap, kubuka helm full face yang akukenakan. Tanganku kini makin gemetaran. Aku beranikan untuk membuka mulut dan bertanya “a..a. ada  a..ap..aa in..iii?”. “Ada apa ada apa, bacot lo!” salah satu dari mereka yang aku kira adalah ketuanya, melayangkan tinjuan keras kedaerah perutku. Sontak itu membuatku mengaduh kencang dan terjatuh lemas merasakan sakit yang bukan main.

           Kini aku hanya bisa pasrah, semua yang ada disitu kompak memukuliku. Aku bukan seorang mata-mata dalam hatiku. Tapi kenapa mereka tega memukuliku? Tiba-tiba, sekilas aku lihat, ada seorang dari mereka yang membawa sebuah benda tajam seperti pisau. Dan setelah itu, tak ada yang bisa aku ingat lagi tentang kejadian demi kejadian.

          Tapi kini, aku bisa melihat badanku terkapar lemah dijalanan tepat disamping motorku yang kini posisinya sudah terjatuh. Luka memar ada dimana-mana dan darah mengenang diperut,mulut dan mengotori seragam yang aku kenakan, juga mengenang dijalanan. Mungkin aku sudah mati, karna aku kini seperti berada diluar jasadku.

         Aku masih bisa merasakan sakit hati yang tempo tadi aku rasakan. Namun, kini rasa sakit itu bukan timbul dari hatiku saja. Melainkan, pelipis,bibir dan juga perutku sakit, tak ada habisnya. Dalam ketidak tahuan ini, masih saja aku memikirkan Suci dan kini, Keluargakupun ikut melintas difikiran ini.

         Lama aku terdiam menatap badanku yang terkapar dijalanan, lama juga aku menunggu bala bantuan datang. Namun, tak seorangpun melewati jalanan ini. Jalanan ini sangatlah sepi. Aku ingin menangis ... tapi, air mata kini tak dapat menetes kembali ...



Tamat.

5 Agustus 2014

YANG TERLALU ITU PASTI MENYAKITKAN. TERLALU BERHARAP MISALNYA.....


            Aku lelah untuk mengenali seseorang lagi. Terlalu banyak nama dan terlalu sering mereka datang dan pergi seenaknya. Saat aku mulai nyaman dengan satu nama, saat itu juga aku harus berpisah dengan-nya. Tuhan, apakah sebuah perpisahan itu adalah bagian dari kehidupan? Lalu untuk apa ada sebuah pertemuan jika akhirnya harus berpisah? Aku sangat lelah untuk berkenalan dengan nama baru. Diawal mereka pasti sukses membuatku nyaman, tapi semudah itu pula mereka pergi melupakan. Aku terlalu menyerap rasa, walau itu hanya pertemanan. Aku sulit untuk ‘santai’, selalu serius kugengam bila berpapasan nama baru. Kadang aku berfikir, apa aku terlalu baik? Hingga begitu banyaknya orang memanfaatkanku. Aku sadar akan hal ini. Aku masih berpura diri dan melayani mereka karena aku, tidak ingin mereka kecewa. Aku tak ingin mereka pergi begitu saja dari dalam hidupku.

            Tuhan, aku terlalu berharap kepada umatmu. Aku terlalu bergantung harap dengan mereka. Bayangkan, setiap hari hanya kabar yang aku tunggu dari mereka. Padahal, kita belum bertemu, padahal, kita belum saling bertatap muka dan saling mendengar suara. Tapi rasanya, aku nyaman sekali dengannya. Kita teman dalam dunia maya, tak lama kita saling mengenal. Tapi, rasa nyaman ini sudah melebihi batas seharusnya... Aku hampir lupa untuk berpijak kembali ditanah, aku hampir saja sulit membedakan maya dan nyata. Aku terlalu menikmati setiap detik bersama mereka. Bahkan, sayatan luka hatipun terasa manis bila mereka yang melakukan. Aku tahu, pada akhirnya akan sama. Kita akan berpisah walau tanpa sebuah pertemuan nyata. Tapi, aku berusaha menikmatinya sebelum waktu itu tiba dan berbicara memisahkan kita.

            Apa aku terlalu berlebih? Apa mereka sama merasakan ini? Atau hanya aku yang melihat lonceng kenikmatan yang digoyangkan angin dan berderu dalam hati? Ya, sudah pasti aku terlalu berlebih. Mereka tidak akan tahu apa yang aku rasa sebenarnya, mereka anggap candaan sebagai sebuah simbol perkenalan. Karna kini, yang palsu selalu dipercaya. Lucunya dunia ini, sandiwara berparas manis namun mengikis anarkis, sudah menjadi bagian lumrah kesehariannya.

            Kini, aku hanya tersenyum saat mereka satu persatu melesat hilang meninggalkan memory pelangi. Kini aku terpaku kaku menyesali mereka yang bahkan aku tidak tahu siapa mereka sebenarnya. Teman dunia maya, mudah datang mudah pergi. Aku akan menemuimu nanti, walau kata tidak mungkin selalu menghantui, walau kabar tidak pernah aku dapatkan lagi, walau hanya aku yang berusaha untuk mencari. Kita bisa bertemu, bahkan tanpa prakata dan tatap mata. Ya setidaknya, aku berhasil bertemu dengan mereka, walau itu didalam dimensi dunia yang berbeda....

17 Februari 2014

Banyak perasaan yang terlibat dalam kata


Semakin lama aku berharap, semakin nyata menghilang kau kerap. Diawali kita saling melindungi dan saling menuntun, Dipertengahan pernah hilang rasa itu. Lalu, diantara kita ada yang berjalan dan berusaha memulai lagi, agar rasa yang kemarin itu datang kembali, seakan hari terulang lagi. Kau tahu? Itu berhasil.

Bukan cinta, bukan pengisi hati. Namun kata yang mematahkan hati. Janji bukanlah permainan, hidup bukan sebuah candaan, Tolong mengertilah bagian serius dalam kisah ini. Kau pernah hilang seperti coretan pena, lalu kau tebalkan lagi agar kau terlihat semakin nyata, lalu ada dan melebihiku.

Aku tidak pernah marah, aku tidak ingin kau kecewa karenaku. Ku biarkan kau bermain peran dengan bayanganku, menjadi aku yang kedua dalam waktu yang tak banyak. Semakin hari kau mengerogotiku hingga habis rasa sabar ini. Tapi, aku diam karena masih tak ingin mengecewakanmu.

Menyayangimu bukan harus memanjakanmu. Jika jelas terlihat kau melakukan kesalahan? Tentu saja teguranku lantang diucapkan. Walau itu memunculkan amarah, tak masalah asalkan kau selalu dalam kata benar dimata Tuhan.

Pribadi baik akanku Ukir dalam kebisuan. Walau kau memandang sebelah mata dengan sifat dinginku ini, aku hanya ingin kau dewasa. Agar suatu Tahun yang baru, kau bisa membuat peran baru yang berjalan tanpa adanya aku.

Aku tahu kita saling merindukan. Bukan hidup namanya jika rasa rindu tidak pernah ada. Aku tahu kau iba dengan kondisiku yang berjalan seperti tangkai bunga yang layu, tanpa air, Tanpa tancapan untuk berdiri tegak. Tak usah khawatir, aku menikmati kesendirian ini.

Aku senang melihatmu mengukir senyum bersama dunia baru. Aku sadar tempat kita masih sama, dikolong langit. Mungkin saatnya skenario Tuhan tak berpihak kepada kita ya? Seakan satu tempat namun disekat, lalu satu pendengaran namun tertuliskan palsu. Walau bertemu saling menatap, tapi mulut membisu tanpa prakata.

Hai! matamu berbicara bahwa kau ingin berbagi kata walau sepatah! Akupun sama.. Mungkin, belum waktunya telur itu pecah. Kita tunggu sampai retakan pertama yang dapat mempertemukan kita lagi dalam satu Dialog. Kapan? Saat perpisahan semakin nyata, saat selamat tinggal menjadi dialog pertama kita, lalu diikuti kata maaf dan terimakasih.

Pernah berlinang air mata hanya karena belum terbiasa tanpa sosokmu? Pernah. Pernah merasa tak percaya diri karena langkah tanpa doronganmu?pernah. Pernah berlebihan merasa sendiri dan terasingi? Haha aku pernah. Sebelum tabah, negatif pernah mengalir didarah. Pertanyaan teman tentang ketidak hadiran kau, hanya-ku jawab dengan senyuman.

Sudahlah, saatnya masuk dunia baru yang lebih mandiri tanpa bisa menikmati masa muda dengan bermain berbagai peran. Tenanglah, Aku akan tetap ingat siapa kamu.

12 Februari 2014

Aries Itu Namaku Bagian 3

Untuk edisi #AriesItuNamaku bagian 3

Hai semuanya! maaf ya, saya baru muncul dan baru sempat posting cerbung bagian 3 ini heheh... Selain di dunia nyata saya sibuk, saya juga sekarang mau menempuh Ujian Nasional nih jadi jarang ada waktu buat nulis huhu:( maaf sudah membuat kalian menunggu, sekarang ... Sebelum baca bagian 3, baca dulu yuk Bagian 2 untuk yang belum disini.




“Hai, Namaku Suci kak hehe,” sambil ia sodorkan tangannya, tanda ingin bersalaman. Entah ada angin darimana, tiba-tiba aku membalas sapaannya dengan bersalaman dan memberikan senyum kepadanya. Mungkin bisa dibilang, dia adik kelas pertama yang berkenalan secara langsung denganku, dengan cara yang lebih hangat.

       Enam hari selanjutnya setelah acara pendaftaran pengurus baru, sangat tidak disangka jika aku semakin dekat saja dengan Suci, adik kelas pertama yang berhasil berkenalan langsung denganku, disertai “Jabat  tangan”. Semakin lama, munculah perasaan peduli, sayang, dan ketergantungan kepada sosoknya dari dalam diriku yang dikenal dingin dan cuek ini. Bisa dibilang, Suci membuka pikiranku. Bahwa tidak semua adik kelas itu menyebalkan. Semenjak aku berkenalan dengan Suci, semakin banyak saja adik kelas yang ingin berkenalan denganku dan ikut serta dalam menuliskan cerita selembar demi selembar di dalam diary hariku ini.

        Sosoku berubah. kini, aku dikenal sebagai Aries yang punya banyak anak buah. Ya begitulah teman sekelasku memberi julukan. Di mana ada Aries, di situlah ada adik kelas yang menemani...

        Oh ya, aku bingung. Kok aku tambah nyaman ya dengan Suci? Apa aku ... ah tidak mungkin! Sudahlah aku tidur saja bye!! Ketiku di dalam Note Laptopku.

       Keesokan harinya, aku merasa sangat grogi. Karena rencanannya, hari ini aku akan berkunjung ke rumah Suci! Dia berkata bahwa Mamanya sedang mengadakan acara keluarga kecil-kecilan. Tapi, heran juga sih ya, kenapa dia mengajaku? Ah sudahlah ... aku sangat tidak sabar ingin segera berangkat ke rumahnya!.

        Pukul satu siang setelah bel pulang berbunyi, aku segera pergi ke parkiran sekolah untuk menunggu Suci. Kita membuat janji untuk bertemu di sini, agar nanti, bisa langsung berangkat tanpa harus bingung mencari ke sana-kemari.

        Sudah 15 menit aku menunggu dia. Tapi dia ke mana ya? Hmm ... mungkin dia ada pelajaran tambahan kali ya? Akhirnya aku putuskan untuk menuju ke kelasnya. Aku pun berlari ke arah kelasnya. Tapi ternyata, kelasnya sudah kosong! Aku pun bergegeasbibtuk menelponnya. Jujur saja, aku sudah tidak sabar untuk bertemu dia dan juga keluarganya.  Mungkin aku sedang merasakan Jatuh cinta ... Sampai-sampai, aku tidak sabaran seperti ini? ahaha.

        "Tutt ... tuttt” Telponku belum diangkat juga. Kenapa aku menjadi gelisah seperti ini ya? Kuputuskan kembali ke area parkiran. Berharap Suci sudah berada di sana menungguku. Tapi ... ternyata tidak ada ...

        “Ka Ariesss!” Tiba-tiba terdengar suara wanita sambil berlari dibelakangku. 

        Dengan cepat aku membalikan badan dan berkata “Suci?” dan ternyata benar, itu Suci! Sungguh lega dan senang sekali akhirnya dia datang juga. Tapi ... kenapa dia membawa Bunga ya?

        "Suci ... kenapa lama banget? darimana aja? itu bunga dari siapa?” tanyaku.

        “Kakkkk! Kamu pasti ga percaya deh! Tadi ... aku ditembak sama Kak Ditya! Ini dikasih bungaaaaa! Ahhh aku seneng banget kak!” dia bercerita sembari mengandeng tanganku erat. Sepertinya dia senang sekali.                                    

         Bak disambar petir, tiba-tiba aku merasakan sakit. Apa ini sakit hati? Sungguh aku tidak bisa menerima ini. Aku pun tersenyum dengan penih keterpaksaan. Keringat dingin pun bercucuran dan mataku serasa panas.  “Ditembak? Terus ... kamu jawab apa?”       

                        

                  ~Bersambung~