Aku lelah untuk mengenali seseorang lagi. Terlalu banyak nama dan terlalu sering mereka datang dan pergi seenaknya. Saat aku mulai nyaman dengan satu nama, saat itu juga aku harus berpisah dengan-nya. Tuhan, apakah sebuah perpisahan itu adalah bagian dari kehidupan? Lalu untuk apa ada sebuah pertemuan jika akhirnya harus berpisah? Aku sangat lelah untuk berkenalan dengan nama baru. Diawal mereka pasti sukses membuatku nyaman, tapi semudah itu pula mereka pergi melupakan. Aku terlalu menyerap rasa, walau itu hanya pertemanan. Aku sulit untuk ‘santai’, selalu serius kugengam bila berpapasan nama baru. Kadang aku berfikir, apa aku terlalu baik? Hingga begitu banyaknya orang memanfaatkanku. Aku sadar akan hal ini. Aku masih berpura diri dan melayani mereka karena aku, tidak ingin mereka kecewa. Aku tak ingin mereka pergi begitu saja dari dalam hidupku.
Tuhan, aku terlalu berharap kepada
umatmu. Aku terlalu bergantung harap dengan mereka. Bayangkan, setiap hari
hanya kabar yang aku tunggu dari mereka. Padahal, kita belum bertemu, padahal,
kita belum saling bertatap muka dan saling mendengar suara. Tapi rasanya, aku
nyaman sekali dengannya. Kita teman dalam dunia maya, tak lama kita saling
mengenal. Tapi, rasa nyaman ini sudah melebihi batas seharusnya... Aku hampir
lupa untuk berpijak kembali ditanah, aku hampir saja sulit membedakan maya dan
nyata. Aku terlalu menikmati setiap detik bersama mereka. Bahkan, sayatan luka
hatipun terasa manis bila mereka yang melakukan. Aku tahu, pada akhirnya akan
sama. Kita akan berpisah walau tanpa sebuah pertemuan nyata. Tapi, aku berusaha
menikmatinya sebelum waktu itu tiba dan berbicara memisahkan kita.
Apa aku terlalu berlebih? Apa mereka
sama merasakan ini? Atau hanya aku yang melihat lonceng kenikmatan yang
digoyangkan angin dan berderu dalam hati? Ya, sudah pasti aku terlalu berlebih.
Mereka tidak akan tahu apa yang aku rasa sebenarnya, mereka anggap candaan
sebagai sebuah simbol perkenalan. Karna kini, yang palsu selalu dipercaya.
Lucunya dunia ini, sandiwara berparas manis namun mengikis anarkis, sudah
menjadi bagian lumrah kesehariannya.
Kini, aku hanya tersenyum saat
mereka satu persatu melesat hilang meninggalkan memory pelangi. Kini aku
terpaku kaku menyesali mereka yang bahkan aku tidak tahu siapa mereka
sebenarnya. Teman dunia maya, mudah datang mudah pergi. Aku akan menemuimu
nanti, walau kata tidak mungkin selalu menghantui, walau kabar tidak pernah aku
dapatkan lagi, walau hanya aku yang berusaha untuk mencari. Kita bisa bertemu,
bahkan tanpa prakata dan tatap mata. Ya setidaknya, aku berhasil bertemu dengan
mereka, walau itu didalam dimensi dunia yang berbeda....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar