30 April 2016

#enamsepuluh bagian akhir - 6 mei 2016, pukul 3 pagi

Untuk akhir dari #enamsepuluh

Sesak di dada tak kunjung hilang. Terasa panas dingin menjalar ke segala bagian. Mendengar kabar yang tak ingin didengar, membuat kepala berdetak tak karuan, —serta jantung berdenyut seakan berputaran.—Tuhan, apa ini hukumanmu kepada hamba?

Decitan hati yang kukira menyatu, —padahal tidak, hanya bayangan semu—kamuflase hati yang meyakinkanku untuk memilih, kini sia-sia terbakar api cemburu. Kenyataan terkadang pahit memang. Seandainya dulu yang kulihat nyata, mungkin tak terasa sakit seperti ini. 

Bodohnya aku yang buta pada rasa yang ditorehkan gelap pada siang. 

Bodohnya aku yang berharap pada lebah yang baru saja bisa terbang.

Seandainya sanggup untuk kutorehkan kepadamu, Mah ... Sakitnya sungguh sesesak ini. Lain kali, aku tak ingin merasakannya lagi. Cukup sudah sayatan di hati, berbekas hingga aku nanti. Maaf atas lancangnya aku, karena kini aku hilang selera, Mah ... Tapi, hanya senyuman yang sanggup kuperlihatkan. Terlalu kurang ajar rasanya bila harus menyakiti hatimu dengan kenyataan yang aku buat. Kututup rapat hingga tenggelamlah sudah ke dasar laut. Agar kau tak tahu, seperti apa aku yang baru, Mah.

Menghilang sudah wajahku kini, luntur bersama air mata malam yang hanya dilihat oleh bayanganku di cermin kamar.
Ekspektasi gugur bersamanya. Orang yang selama dua tahun ini kukira sama, ternyata tidak sama sekali. Ingin kupecahkan saja kepala ini, agar sesak tak lagi terasa bila ingat ucapnya yang sungguh tak kukira. Tapi, akhirnya kenyataan terungkap ke permukaan. Pengakuan itu datang juga! Menghitamlah sudah tubuh ini, pahit menahan perih yang tak bertepi. 





Kini kutahu akhir dari puisi.
Kucukupkan hingga di sini.

21 April 2016

#KororKisahorror bagian 5 - Pesugihan


"Saya tidak bisa jika harus Mama!" seorang gadis menggebrak meja rias.

Di luar sana, terdengar teriakan penonton yang memadu kasih atmosfer malam. Gemanya menelusup setiap pasang telinga untuk ikut serta dalam indahnya waktu. 

Ella, begitulah para penggemar memanggil gadis itu. Berkali-kali sudah Ella harus menelan sakitnya mimpi yang terhempas, hingga dia pun menemukan cara ini ... Pesugihan. Hal yang sukses membuat Ella menjadi biduan dangdut ternama.

"Kau lupa jika semua ini bisa kau dapat berkat aku?" tiba-tiba saja, sesosok wanita menampakan dirinya.

Ella yang semula sedang menatap bayangannya di cermin pun terkejut. Tak biasanya mahluk itu mendatanginya. Padahal, butuh ahli spiritual untuk bisa berinteraksi dengan mahluk itu. 

"Maa—mau apa Nyai di sini?" dengan suara bergetar serta jantung berdegup tapak kuda, Ella bertanya.

"Waktumu sudah habis sayang," dengan senyum mematikan.

"Tidak! Sudah cukup hanya Teh Euis yang Nyai bawa!" Ella menentang. Begitulah cara kerja pesugihan. Mengorbankan sanak keluarga, untuk dijadikan tumbal.

"BERANINYA KAU MENENTANG SAYA!" tatapannya berubah tajam, dengan iris merah menyala. Ella masih terpaku menatap mahluk itu dari cermin. Keringat dingin mulai bercucuran ...

"KAU AKAN MENYESAL!" mahluk itu mencakar lengan Ella.

"AWW! SAYA TIDAK MAU BERSAMAMU LAGIII!" dengan menahan perih, Ella berusaha melawan. 

"KAU SUDAH MELANGAR, NIKMATI PENYESALANMU!" mahluk itu mencekik Ella hingga rintihan kesakitan terdengar. 

"NIKMATI INI!" tambahnya.

Kuku tangannya yang tajam, menusuk, lalu mengoyak jantung Ella hingga darah berwarna hitam keluar dari sana. Ella mengerang kesakitan meregang nyawa .... 

~*~

"Ella, kausudah siap?" tanya sang manajer. Ella terlihat sedang duduk kaku di depan meja rias.

"Saya siap." Dengan tatapan tajam merah menyala.