20 Mei 2015

#KORORkisahorror bagian 2 - Rahasia Lantai ke empat



Walapun hasilnya belum kita ketahui baik atau buruk,
Hadapi rasa takut dengan keajaiban dari sebuah keberanian.


Gemercik air hujan yang kini mereda, saling bertautan dengan desahan angin yang menyapa dedaunan. Entah mengapa, terdengar merdu seakan menemani langit yang meluntur menjadi gelap.

            Namaku Aries, seorang pelajar kelas 11 disebuah SMA terkemuka di kota Bandung. Rutinitasku di sekolah selalu disibukan dengan kegiatan kepengurusan OSIS dan beberapa tugas kelompok yang selalu kelompokku kerjakan di sekolah. Sepertinya, sudah menjadi sebuah kebiasaan untukku berada di Sekolah higga malam. Dalam satu minggu, bisa dipastikan bahwa aku selalu berada di sekolah, bahkan di hari minggu dan hari libur lainnya hingga malam. Dengan statusku sebagai ketua OSIS, membuatku harus mengurus beberapa hal yang tiak mungkin di kerjakan di rumah. Sekolah, sudah menjadi rumah kedua untukku. Bahkan, beberapa perlengkapan, baju dan buku sekolahku, sengaja aku simpan di Sanggar OSIS untuk mempermudahku jika terjadi sesuatu yang tak terduga.

            Hari ini, lagi-lagi aku harus menghabiskan waktuku di Sekolah untuk mengerjakan beberapa Tugas kelompok. Aku dan beberapa teman dekatku yang bernama Gemini, Pisces dan Leo, mendapatkan tugas untuk membuat makalah tentang perkembangan Teknologi. Sudah sedari pukul empat sore, aku berkutat dengan laptop-ku. Mataku hampir saja sakit karena terus menatap layar tanpa henti. Sekarang, sudah hampir Magrib. Gemini dan yang lainnya sedang keluar mencari makanan untuk kita santap sebelum kita berdua pulang ke Rumah.

            Kini, aku sendirian disebuah kelas yang mungkin, satu-satunya kelas yang lampunya masih menyala. Untung saja aku ketua OSIS disini, jadi, petugas kebersihan Sekolah tidak keberatan jika salah satu kelas harus aku gunakan untuk mengerjakan tugas. Mataku sungguh kelelahan sekarang. Rasa kantuk tiba-tiba saja hadir menyapa kelopak mataku untuk menutup. Dalam hitungan detik saja, aku sudah tertidur...

            “Aries... Aries...” samar-samar aku mendengar suara seorang perempuan memanggil-manggil namaku. Baru aku sadar, kini, aku terduduk dengan tangan dan kaki yang terikat pada sebuah bangku dan sekelilingku sangatlah gelap. Di depanku, terlihat sebuah tangga yang bagiku sudah tak asing lagi bentuknya. Tertulis lantai 4 di tembok dekat tangga itu. Sekarang, baru aku sadar. Ini adalah tangga Sekolahku!. Tapi entah mengapa, keadaannya sedikit berbeda. Suara Perempuan itu kembali terdengar. Saat aku perjelas arah pandangku, tiba-tiba saja ada sesosok Perempuan yang muncul berdiri didekat tangga!. Wanita itu berkata “Tolong aku” dan berlari menuju lantai empat. Bukan rasa takut yang datang menyerangku. Melainkan, rasa penasaran yang kini mendorongku untuk terbebas dari tali yang terikat di tangan dan kakiku dan ingin segera ikut berlari menaiki tangga tersebut.

            “ARIES!!!!! BANGUN WOY!!!” suara seseorang yang tak asing lagi terdengar sangat kencang di telingaku.

            “haaaa!!!” aku tersentak karena suara tadi. Saat aku perhatikan sekelilingku, ternyata aku masih berada di kelas yang sedari sore tadi, digunakan untuk mengerjakan tugas oleh kelompokku. Jam dinding menunjukan pukul 18.10 sore. Sudah Magrib ternyata!.

            “Cuma mimpi toh...” saat aku melihat siapa orang yang membangunkanku tadi, ternyata suara familiar itu adalah suara si Gemini! Sebenarnya aku sudah menduga itu. Suaranya yang lantang namun terkesan cempreng, memang bisa membuat telinga siapapun yang mendengarnya terasa sakit. Dan hanya suara Gemini lah yang seperti itu. Hampir saja aku akan mencium pipinya karena merasa kesal dibangunkan seperti tadi–jika kesal, aku selalu ingin mencium pipi seseorang. Entahlah, ini sangat aneh– Tapi saat aku hendak berdiri, kepalaku tiba-tiba saja terasa sakit.

            “Mimpi apaan lo? Lagian di tinggal bentar juga langsung tidur. Mana uda magrib jugakan. Parah emang.” Leo kini ikut bersuara, dan sukses membuat rasa kesalku bertambah satu level. Sekilas aku lihat, Pisces membawa sebuah kantung plastik yang sudah aku pastikan isinya adalah makanan.

            “Gue tadi mimpi aneh banget.” Aku membuka cerita dengan mimik wajah yang kubuat se-misterius mungkin agar mereka penasaran. Kini kita semua sudah terduduk di salah satu bangku yang sudah kita susun agar terasa nyaman untuk duduk saling berhadapan. Wangi makanan kini menyerang indra penciumanku. Membuat perutku berdemo menuntut sebuah asupan dengan segera.

            “Mimpi apaan Ri?” Pisces bertanya dengan wajah sejuta kebingungan. Aku tak langsung menjawab, tapi kini, aku sibuk menyerang kantung plastik yang tadi Pisces pegang untuk segera mengeluarkan isinya. Dan benar dugaanku, isinya makanan! Ini nasi padang loh! Wah pasti enak...

            “Yee urusan makanan aja cepet lo!” Gemini mencubit tanganku dengan kencang. Namun, aku hanya cengengesan dan segera melahap nasi padang yang kini terlihat semakin mengiurkan.



~*~



Singkat cerita, selesai makan dan sholat magrib, aku langsung menceritakan tentang mimpiku tadi. Dan entah mengapa, perasaanku mengatakan bahwa mimpiku ini memiliki arti tersembunyi. Egoku terus menerus meronta agar kakiku melangkah menuju lantai empat. Aku yakin, pasti aku akan menemukan sesuatu disana.

            “Yakin mau naik ke sana? Bukannya apa-apa, tapi, gue denger, di lantai empat emang angker Ri! Bahkan, petugas kebersihan sekolah aja nggak berani kesana malem-malem gini” Leo mempertanyakan perihal aku yang mengajak mereka semua untuk menaiki tangga ke lantai empat. Kini, posisi kami sudah berada tepat di depan tangga menuju lantai empat.

            “Iya, uda jam 7 juga. Gue pengen pulang ah! Ayo turun lagi guys!.” Pisces kini terlihat ketakutan.

            “Iya, gue juga pengen pulang ah. Serem banget! Perasaan gue ga enak banget nih...” kini Gemini yang ikut merasa takut dan meminta untuk pulang.

            “Ah kalian cemen banget. Yauda gue yang naik sendiri. Tapi, kalian tunggu disini ya!” Dengan tangan memegang senter hasil meminjam dari petugas kebersihan sekolah, aku berlaga sudah siap untuk naik.

            Sebenarnya, aku berkata seperti tadi, sekedar untuk menyindir mereka dan berharap mereka akan segera berkata “tunggu gue ikut”. Namun naas, mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun sebagai reaksi dari apa yang aku lakukan. Sepertinya, mereka merelakanku untuk menaiki tangga itu sendiri. Jujur saja, sebenarnya, aku sedikit takut. Apa lagi, setelah Leo berkata seperti tadi. Tapi, kaki ini bergerak tanpa persetujuan menaiki anak tangga demi anak tangga.

            “Hati-hati Ri!” Sial! Mereka ternyata benar-benar membiarkanku pergi sendiri. Teman macam apa?!. Mau tak mau, aku pun memberanikan diri untuk terus fokus menaiki anak tangga menuju lantai empat. Malu rasanya jika harus kembali turun...

            Keringat dingin melucur bebas di pelipisku. Kutenggok sekali lagi kebelakang, namun, mereka bertiga tetap tak mengikutiku untuk naik keatas. Tenggorokoanku tiba-tiba saja terasa kering. Kakiku bergetar bukan main saat kulangkahkan kaki diatas anak tangga. Saat kakiku sampai di lantai atas, suasana sangat sepi dan gelap.

            Aku nyalakan senter dan kuarahkan cahayanya kesegala penjuru. Kosong, keadaan memang gelap dan kosong. Di sepanjang lorong pun, bisa aku pastikan hanya ada aku sendiri. Bahkan kucing dan semut saja, tak menampakan bentuk tubuhnya disini.

            Tiba-tiba saja, angin dingin bertiup kencang dipunggungku! Sentuhan angin itu, sukses membuat bulu kudukku berdiri. Tiba-tiba saja, pintu di kelas paling pojok dari lorong ini terbuka secara perlahan. Suara pintu itu pun sukses membuat jantungku seakan mau lepas. Sungguh, aku takut!.

            Namun, lagi-lagi, kakiku terus melangkah tanpa persetujuan menuju kelas paling pojok dari lantai empat. Suasana sangat hening dan sepi. Hanya suara langkah kakiku yang terdengar lebih berlebihan dari biasanya. Kakiku semakin bergetar hebat. Bahkan, tangan yang aku gunakan untuk memegang senter pun bergetar!.

“BRUAAK!!!”

            “AAAA!!!!!!” aku menjerit kaget. Sekali lagi, angin bertiup namun lebih kencang dari sebelumnya. Membuat pintu yang sedari tadi berusaha terbuka secara pelan-pelan, menjadi tertutup rapat. Setelah aku sampai di kelas paling pojok, perasaanku semakin terasa tak menentu. Jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

            Aku beranikan untuk membuka lagi pintu kelas yang kini tertutup rapat, dengan tenaga seadanya. Aku berharap teman-temanku ada disini dan melarangku untuk membuka pintu ini. namun, lagi-lagi anggota tubuhku bekerja dengan sendirinya tanpa persetujuanku. Sepertinya benar, rasa takutku kalah besar dengan rasa penasaranku.

            Saat aku sampai didekat pintu kelas, kuberanikan diri untuk masuk lebih dalam dan memperhatikan seisi kelas yang ternyata sangat sepi dan kosong tanpa barang yang berarti. Hanya ada satu bangku yang terletak di pojok kelas. Entah untuk apa bangku itu disimpan disana... Terkesan sangat menyeramkan dan penuh tanda tanya. Aku arahkan cahaya senter kearah bangku itu. Tiba-tiba saja...

            ASTAGA!!! DENGAN JELAS, AKU MELIHAT SESOSOK WANITA SEDANG DUDUK DI BANGKU TERSEBUT!! DIA... DIA... MENUNDUKAN KEPALANYA!!

            Sungguh, aku ingin berlari sekencang mungkin untuk keluar dan turun ke lantai dasar. Namun apa daya, tenagaku habis dan tubuhku hanya bisa mematung ketakutan. Jika saat ini bisa aku menangis, rasanya, aku ingin sekali menangis.

            Perempuan itu menunduk dengan rambut yang menjuntai tak beraturan. Dia menggunakan seragam putih abu percis seperti yang teman perempuanku gunakan. Tiba-tiba saja, perempuan itu berdiri dan menunjukan wajahnya. Astaga! Dengan jelas, aku bisa lihat bahwa bagian mulutnya hancur tak berbentuk! Tubuhnya berwarna pucat seperti mayat hidup yang memang tak memiliki darah yang mengalir ditubuhnya! Seragam Sekolahnya dihiasi oleh darah yang mengering!. Keringat dingin mengalir lebih banyak dari pori-pori tubuhku. Aku benar-benar ketakutan sekarang!. Aku ingin menjerit, namun tak bisa!.

            Perempuan itu berjalan mendekatiku dengan gontai. Dia mengeluarkan suara...

            “Tolong aku....” tangannya berusaha mengapai tubuhku. Semakin dekat dan semakin dekat!. Bau dupa bercampur bau yang tak sedap menyeruak dari tubuh perempuan itu. Aku terjatuh. Tubuhku lemas. Untungnya, tubuhku bisa kugerakan sekarang. Namun, tenaga untuk berdiri ternyata belum ada.

            Aku merangkak hendak keluar dari kelas sialan ini! Perempuan itu, terus mendekat dan berusaha mengapai tubuhku. Tiba-tiba saja, perempuan itu berhenti dan menjerit keras! Darah mengalir deras dari perutnya dan berhamburan menuruni kaki dan roknya. Perempuan itu terlihat sangat kesakitan! dengan jelas, sesosok tubuh mungil terjatuh dari balik roknya. ITU SEORANG BAYI! PEREMPUAN INI MELAHIRKAN!!!

            Aku sungguh tak percaya dengan apa yang aku lihat. Kini, perempuan itu mengapai bayi yang keluar dari balik roknya dan segera mengendongnya. Kini, perempuan itu tertawa dengan kencang dan sukses membuat diriku kembali ketakutan. Perempuan itu terus tertawa tanpa henti dan terdengar sangat menyeramkan! Aku yang panik, berusaha bangkit dan berlari keluar kelas. Berhasil! Aku segera berlari tanpa memperhatikan apapun. Keadaan yang gelap, tak menjadi penghalangku untuk terus berlari menuju tangga.

            Tiba-tiba, kakiku tersandung oleh sesuatu yang cukup keras. Dengan samar tanpa penerangan, aku masih bisa lihat bahwa itu adalah sesosok bayi! Ya, kakiku tersandung oleh sesosok bayi yang entah dari mana datangnya! Aku menjerit, dan jeritanku berhasil membuat Leo dan yang lainnya panik. Bisa kudengar jelas suara Leo dan yang lainnya memanggil-manggil namaku dengan histeris. Langkah kaki terdengar berhamburan mendekat kearahku. Namun aku yang panik, kehilangan kesadaran dan bertingkah seperti orang gila yang sangat ketakutan.

            Anehnya, aku bisa melihat diriku sendiri yang kini sedang menaiki tembok pembatas dan melompat bebas dari lantai empat. Dengan cepat dan setengah sadar, aku mengikuti ketiga temanku turun ke lantai dasar. Mereka menjerit histeris dan terus menerus memanggil-manggil namaku. Suara tangisan kini terdengar kencang saat kami sampai dan dihadapkan oleh tubuhku yang tergeletak tak bernyawa dengan darah yang mengenang di tanah.

            Beberapa orang yang mendengar suara tangis dan jeritan dari teman-temanku yang kini meminta tolong, kini datang mendekati kami. Mereka sama paniknya dengan kami semua saat melihat seonggok tubuh terkapar tak bernyawa di tanah. Aku dibiarkan kebingungan sendirian sekarang. Bisa aku lihat, bahwa itu, adalah tubuhku. Tapi aku, ada disini! didekat teman-temanku! Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi. Sungguh, aku tak mengerti!!!.

1 komentar: