28 April 2015

Andori dan Gama bagian 1



Cerita ini hanya rekaan belaka. Terinspirasi dari kisah nyata perjalanan cinta Andori dan Gama.
Ps: Tolong, mbak Andori, jangan black list gue dari daftar tamu undangan pernikahan lo kelak.. please, gue uda siapin banyak kantong kresek buat bungkusin makanan lucu di nikahan lo :’( #emangguebakaldiundang?..

            “Cinta, bukan hanya tentang seberapa hebat kamu mengucap kata romantis. Tapi juga, seberapa hebat kamu membuat tawa dengan sebuah kata.”

Langit masih malas menampakan warna cerahnya. Matahari tersipu malu untuk menemani paginya. Seorang gadis sedang berjalan riang menyusuri jejalanan yang sedikit basah karena hujan di malam hari. Gadis itu bernama Andori. Diumurnya yang menginjak 16 tahun, dia memiliki rambut yang lebat hingga sebahu panjangnya... dengan kacamata merah yang selalu dia gunakan, dia sangat terlihat lugu dan lucu. Dia pelajar pindahan dari Bandung yang kini bersekolah di Jakarta. Sebenarnya, dia ini blasteran. Setengah manusia dan setengah kuah rendang.Bagian ini memang maksa, terkesan nyempil dan nggak lucu. Tapi, agar tulisan terlihat panjang, jadi, penulis tekatkan untuk menambah bagian ini.

            Sekolah barunya, merupakan sekolah terkemuka di ibu kota. Bisa dibilang, merupakan sekolah terbaik di Jakarta... Tapi, hingga Andori masuk, entahlah, apa akan tetap menjadi sekolah terbaik atau tidak? Kita-lihat-nanti-saja...

            Pertama kali menapakan kaki di sekolah baru, sukses membuat Andori deg-degan semi nikmat. Karena sepanjang perjalanan tadi menuju sekolah, dia terus memikirkan kejadian apa yang akan terjadi di hari pertama sekolah. Kenapa semi nikmat? Karena dia, deg-degan sambil ngemil permen gula-gula kuah rendang. –Maksa lag.

            Pikirannya menerawang lincah, selincah personil JKT48 saat tampil di panggung Dahsyat.
 
“Apa nanti bakalan ada preman sekolah yang godain gue?”
“Apa nanti ada yang colek-colek gue? Eh tapi, gue bukan kue cubit setengah mateng, apa lagi kue tete. Masa dicolek-colek?”
“Apa nanti seniornya bakalan ngomen kecantikan gue?”
“Apa nanti gue di juluki Syahrini KW karna ke sekolah pake jambul katulistiwa?”
“Apa nanti gue bisa dapetin makanan gratis setiap minggunya dari penjaga kantin?”
“Apa... bulu dada Teuku Wisnu makin lebat ya?” *Loh.

            Lamunan Andori sangat panjang dan tak menemukan titik terang. Terlalu banyak hal yang dipikirkan mengenai hari pertama memasuki sekolah baru. Saat sampai di gerbang depan sekolah, tiba-tiba saja dadanya sakit! Apa ini kanker? Oh bukan! Ternyata ada semut kecil yang bersembunyi dan mengigit daerah “situ”nya Andori.

“Sumpah, ini perasaan lagi ga karuan, itu semut masih aja sempet genit ke gue! Emang ya, pesona gue itu nggak tertahankan. Sampe semut aja genit-genti ke gue. Huhh!” Andori berbicara sendiri seperti Nikita Willy saat bermain sinetron.
            Kini, Andori sedang berjalan menyusuri halaman depan sekolah yang langsung disuguhi oleh ramainya kendaraan . Oh, ini parkiran. Belum selesai dia mengamati parkiran sekolah, matanya sudah menangkap sesosok pria-berbulu-semi-Arab, yang sedang main basket di lapangan dekat parkiran. Langsung saja Andori berdecak kagum dan mengganga cantik karena mendapati pemandangan serpihan surga yang sangat mengoda iman. Tak terasa, ilernya pun menetes.

            Belum puas Andori memandangi serpihan surga itu, tiba-tiba saja, dia merasa akan dihadang oleh tiga pria yang menggunakan seragam sekolah sama percis seperti dirinya. Dia berfikir bahwa mereka adalah komplotan begal yang ingin membegal hatinya. Atau, mereka adalah personil boyband yang sedang mencari biaya untuk kostum, sehingga mendekati Andori untuk menjual ginjalnya. Bisa jadi, mereka mau cari jodoh dan berniat menggoda Andori!. Langsung saja Andori merapihkan pakaiannya dan menata rambutnya serapih mungkin. Tapi.... bagaimana jika mereka preman sekolah yang mau memalak uang jajan Andori? Jika benar, Andori harus melawan!

            Dia kini sudah memasang kuda-kuda ala pesilat handal.

            Belum ketiga pria itu mendekat, tiba-tiba saja.... kepala Andori terbentur benda bulat yang melayang dari arah lapangan. RUPANYA  KEPALA  ANDORI  TERKENA  BOLA BASKET  SAUDARA-SAUDARA!!! JENG JENG JENG JENG..... Andori pun terjatuh. Kacamatannya lepas. Dia merangkak untuk mencari kacamatanya, namun naas, dia tidak menemukannya! Hingga sesuatu tersentuh oleh tangannya. Astaga! Dia..dia... dia menyentuh puding oppai!!ya, itu puding oppai!! Entah dari mana datangnya puding tersebut, yang pasti, Andori sangat terkejut!. Andori menjerit “AAAKKKK” dan dia lekas berdiri lalu berlari. Karena pandangannya buram, dia menabrak sesuatu.

BRUKKK...

            Ada seseorang yang dia tabrak!. Untunglah dia tidak terjatuh. Karena si empunya tubuh yang Andori tabrak, langsung merangkulnya seperti adegan tabrakan ala-ala drama televisi. Mereka saling tatap... dan tiba-tiba saja backsound lagu Slank-Pandangan pertama terdengar.

“Pandangan pertama, awal aku berjumpa....”

            Tiba-tiba datang penari-penari yang entah darimana, langsung berjoget ria disekitar Andori. Namun sayang, itu hanya khayalan Andori saja. Kenyataannya, Andori sedang tersungkur ke tanah, hingga ingusnya keluar akibat menabrak tubuh seseorang. Sakit men...

            “Eh sorry ya tadi gue sengaja lemparin bola itu ke kepala lo hehe. Ini kacamat lo”. Ternyata dia seorang Pria. Sambil membantu Andori bangun, pria ini tersenyum penuh harapan. Ya.. Andori bisa melihat masa depan yang cerah saat melihat wajah Pria tersebut. Dan, Pria ini merupakan serpihan surga yang tadi sedang bermain basket, yang sukses membuat Andori becek!Maksudnya, becek dengan air liur ya!!

            Nafas Andori tiba-tiba habis. Dia gerogi dan... gemeteran. Dia serasa ingin pingsan di dada si pria Arab ini.sekalian mau memastikan, apa pria ini dadanya berbulu, atau kenyal-kenyal? *lah.Sekedar info, ketiga pria tadi hanya ingin lewat saja. Mereka mau ke gerbang depan untuk bertemu Pak satpam. Please, Andori kegeeran banget sih! #penulisbetedeh.

            Apaansih cowok ini. SKSD banget! Mana make sengaja lemparin bola ke arah gue lagi! Sakit tau!! Eh tapi, ga apa-apa deh. Ganteng juga! Hihi. mass, hug me please!!much much dalam hati, Andori berbicara. Akhirnya mereka berkenalan. Pria itu bernama Gama, vokalis salah satu band Indonesia bernama Nidji. Semenjak kejadian itu, mereka jadi akrab dan semakin dekat.

~*~

Hari demi hari mereka lalui bersama. Mereka sering sms dan chat setiap saat. Belum lagi mereka suka jalan-jalan bersama,  main bersama, pergi ke salon bersama, makan bersama, yang pasti ga pipis bersama ya! ;’).

            Selama mereka bersama, selalu saja ada hal unik yang mereka lakukan. Seperti salah satunya yang selalu terjadi di jam Istirahat. Gama selalu mengajak Andori makan siang bersama di taman sekolah. Romantiskan? Glen-Chelsea aja masih kalah:’). Tapi, yang membuat  unik  adalah, kejutan demi kejutan di sela-sela makan mereka. Seperti kali ini, tiba-tiba saja Gama mengenakan baju adat Padang, lengkap dengan aksesoris-aksesorisnya! dan Gama, mempraktekan tari piring sambil mengajak Andori menari dan bernyanyi!. Dia
 atas Piring itu, ada banyak lauk pauk khas padang. Ondemande...

            Selesai itu, Gama berkata bahwa dia mau meminta bantuan Andori mengenai tugas sekolahnya. Dan dia berjanji akan menjemput Andori ke kelasnya yang terletak di lantai 2, sepulang sekolah nanti. Jadi, setelah bel pulang berbunyi, Andori dengan antusias menunggu Gama di kelas. 10 menit... 15 menit.. hingga 30menit, Gama tak kunjung datang juga. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja lagu BCL-kecewa bersenandung di dalam kelas. Andori pun terbawa suasana. Andori bernyanyi sambil meresapi lirik lagu yang sedang bersenandung ini. Dia nempel-nempel di dinding, loncat dari satu meja ke meja lain, nyender-nyender di papan tulis, lantas berjongkok dengan mimik kecewa lalu menangis percis seperti model video clip.

Tiba-tiba saja lagu berhenti dan lampu kelas mati.

“Gam.. Gama?” Andori menyebut-nyebut nama Gama berulang-ulang karena takut. Siapa tahu, dia isengkan?.





~*bersambung*~

14 April 2015

sendiri.



Aku kini sendiri
Menari mengukir pena kesana kemari..
Mencari kawan sejati untuk diajak berdiri
Namun setiap malam hanya sedih yang kian mengikis jemari..

Semua telah pergi.
Karena kejujuran hati yang aku ucapkan sangat tak tepat waktu
Awalnya ingin kusimpan saja semua sendiri
Tapi mereka, memaksa aku membuka dialog agar tak menjadi batu
Yang ternyata, tak bisa mereka terima dengan hati yang menyatu

Hati ini menangis
Ingin sekali rasanya meringis
Disebuah pundak seseorang yang tak akan menangkis
Namun nihil, semut pun enggan untuk ikut melukis
Memberi sedikit aura manis
Untuk hidupku agar tak terus mengikis..

Bisakah aku melewati masa sulit ini?
Bisakah aku merasa hebat dan kuat untuk bertahan?
Atau aku harus menyerah, meninggalkan jejak tanpa karya?

Satu-satu sosok yang aku sayang berputar di memoriku
Membuat atap, menjadi layar imajinasiku yang semakin hari semakin menyepi
Bisakah mereka merasakan ini semua?
Rasa rindu dihiasi sakit namun tak berdarah benci
Rasa tulus yang pernah tergores luka karena perginya diri.

Aku merindu untuk bisa bertemu
Aku melayang dengan harapan yang belum pasti kemana akan berlabuh
Aku teresat pada rindu yang tidak bisa aku dekap
Kesendirian semakin kuat memeluk hati yang rapuh
Menimbulkan penyakit yang terus meradang wajah

Sakit... sekujur tubuhku sakit
Lebih pedih ditambah sakit hati yang membukit.

Suara tangisan teredam rasa bersalah
Salahnya aku menyimpan harap pada sosoknya..
Perginya dia hanya menambah duka
Duka untuknya dan juga kawan lainnya
Tolonglah buka sedikit mata milikmu
Lihatlah kita yang merangkak dari lubang kekecewaan.

Bisakah aku gapai kalian semua?
Bisakah aku dapatkan kata diatas rasa kehilangan?
Bisakah bahagia menjadi kebiasaanku ?
Ataukah harus aku tutupi semua ini, hanya pada tulisan demi tulisan?
Haruskah aku sekarat agar mendapat berkat?

Kau pikir, tubuh ini kuat menimbun semuanya?
Kau pikir, aku terlalu banyak mengeluh?
Lalu, perlakuan manusiawi mana yang harus aku lakukan?
Bila aku harus kehilangan saat kritis menjadi saudara dekatku..

Aku hanya manusia rapuh dengan segudang dosa yang terus merindu.