25 Agustus 2014

Aries itu namaku bagian 4 (Tamat)

Untuk edisi #AriesItuNamaku bagian 4 (tamat)

Hai! baca dulu yuk bagian 3nya di sini:)

-------

"Aku jawab mau kak aahhhhhh seneng banget deh sumpah, gabisa nafas aku heufff." Dengab gembira, seolah tidak punya salah apa-apa, dia berkata seperti itu dengan senyum yang mengembang.

        "Wah selamat ya, longlast terus ya," kupasang senyum kepalsuan di depan dia. 

         Masih mengandeng tanganku, kini dia memeluk tanganku sambil berkata “Terimakasih kak! Kakak orang pertama yang tau ini loh! Kakak kan uda aku anggap kaya Kakaku sendiri hihi." Jadi, aku hanya dianggap sebagai kakak?  tiba-tiba aku tersentak, bukan main sakit yang aku rasa. Aku mematung menahan sakit hati yang cukup dalam ini.

         “Kak ... kak Aries! Kok ngelamun sih? Jadikan main ke rumah aku?” aku tersadar. 

          Dengan terbata, aku menjawab “Emm ... Aa-aku gabisa m, maaf ya! Soalnya aku lupa kalau sekarang aku harus pulang cepat, ada acara keluarga," alasanku.  

         Bisa aku lihat dengan jelas raut kekecewaan di wajah Suci. Tiba-tiba dia berkata “Tau gini, aku pulang sama Kak Ditya aja! Yauda aku duluan! mending pulang sendiri aja. bye!” dengan kasar dia pergi meninggalkan aku.

          Bukan main. Perkataannya tadi, sukses membuat emosiku memuncak. Aku memang anak yang sangat emosional, dan kini, rasanya mataku memanas. Aku yakin, sebentar lagi akan ada air mata menetes. Tapi, masa iya harus menangis? Di parkiran pula? Dengan cepat kulangkahkan kaki menuju Motorku. Dan aku pacu cepat motorku dengan harapan agar bisa cepat sampa di rumah ... Di kamarku lebih tepatnya.


          Fokusku hilang, kini emosiku memuncak bak gunung yang akan meletus. Helm yang aku kenakan terasa lembab dan basah. Dengan cepat motor ini melaju, menetes pula air mata yang deras dari mataku. Aku semakin kehilangan fokus saat di jalan, yang aku pikirkan hanya Suci ...  tega sekali dia berkata seperti tadi! keselamatan pun tak aku pikirkan lagi. dan tiba-tiba ... dari kanan-kiriku, melaju beberapa motor yang tak kalah cepatnya! Motor itu banyak sekali. Mungkin, sekitar 10 motor melebihi kecepatanku tadi. Saat aku sadar, aku berada di sebuah jalanan perumahan sepi yang dikenal seram, dengan keberadaan sekumpulang geng motor.

         Entah kapan aku memacu motorku kejalanan seperti ini. Tiba-tiba saja aku merasa ngeri aku saat memikirkan para geng motor itu. Mengingat, mereka tidak segan memukuli remaja yang lewat kemari. Karena, mereka berpikir remaja yang melewati jalanan ini adalah mata-mata dari kubu musuh.

         Aku tersadar lagi, 10 motor dengan pemuda yang mengendarainya, sudah berbaris menyamping di depan sana, seolah akan menahanku untuk lewat. Terpaksa saat sampai di sana, aku hentikan laju motorku. Dengan gemetar, aku matikan mesin motorku.

       "Wah wah wah ... rupanya ada penyusup masuk ke sini bro!” sentak salah satu dari mereka yang mengenakan kaca mata hitam. Mungkin dia ketuanya. 

        “Enaknya kita apain ya?” kini posisi mereka sudah mengelilingiku. 

       “Buka helm lo!” perintah salah satu dari mereka yang memiliki badan paling kecil.

         Dengan sigap, kubuka helm full face yang akukenakan. Tanganku kini makin gemetaran. Aku beranikan untuk membuka mulut dan bertanya “a..a. ada  a..ap..aa in..iii?”. “Ada apa ada apa, bacot lo!” salah satu dari mereka yang aku kira adalah ketuanya, melayangkan tinjuan keras kedaerah perutku. Sontak itu membuatku mengaduh kencang dan terjatuh lemas merasakan sakit yang bukan main.

           Kini aku hanya bisa pasrah, semua yang ada disitu kompak memukuliku. Aku bukan seorang mata-mata dalam hatiku. Tapi kenapa mereka tega memukuliku? Tiba-tiba, sekilas aku lihat, ada seorang dari mereka yang membawa sebuah benda tajam seperti pisau. Dan setelah itu, tak ada yang bisa aku ingat lagi tentang kejadian demi kejadian.

          Tapi kini, aku bisa melihat badanku terkapar lemah dijalanan tepat disamping motorku yang kini posisinya sudah terjatuh. Luka memar ada dimana-mana dan darah mengenang diperut,mulut dan mengotori seragam yang aku kenakan, juga mengenang dijalanan. Mungkin aku sudah mati, karna aku kini seperti berada diluar jasadku.

         Aku masih bisa merasakan sakit hati yang tempo tadi aku rasakan. Namun, kini rasa sakit itu bukan timbul dari hatiku saja. Melainkan, pelipis,bibir dan juga perutku sakit, tak ada habisnya. Dalam ketidak tahuan ini, masih saja aku memikirkan Suci dan kini, Keluargakupun ikut melintas difikiran ini.

         Lama aku terdiam menatap badanku yang terkapar dijalanan, lama juga aku menunggu bala bantuan datang. Namun, tak seorangpun melewati jalanan ini. Jalanan ini sangatlah sepi. Aku ingin menangis ... tapi, air mata kini tak dapat menetes kembali ...



Tamat.

5 Agustus 2014

YANG TERLALU ITU PASTI MENYAKITKAN. TERLALU BERHARAP MISALNYA.....


            Aku lelah untuk mengenali seseorang lagi. Terlalu banyak nama dan terlalu sering mereka datang dan pergi seenaknya. Saat aku mulai nyaman dengan satu nama, saat itu juga aku harus berpisah dengan-nya. Tuhan, apakah sebuah perpisahan itu adalah bagian dari kehidupan? Lalu untuk apa ada sebuah pertemuan jika akhirnya harus berpisah? Aku sangat lelah untuk berkenalan dengan nama baru. Diawal mereka pasti sukses membuatku nyaman, tapi semudah itu pula mereka pergi melupakan. Aku terlalu menyerap rasa, walau itu hanya pertemanan. Aku sulit untuk ‘santai’, selalu serius kugengam bila berpapasan nama baru. Kadang aku berfikir, apa aku terlalu baik? Hingga begitu banyaknya orang memanfaatkanku. Aku sadar akan hal ini. Aku masih berpura diri dan melayani mereka karena aku, tidak ingin mereka kecewa. Aku tak ingin mereka pergi begitu saja dari dalam hidupku.

            Tuhan, aku terlalu berharap kepada umatmu. Aku terlalu bergantung harap dengan mereka. Bayangkan, setiap hari hanya kabar yang aku tunggu dari mereka. Padahal, kita belum bertemu, padahal, kita belum saling bertatap muka dan saling mendengar suara. Tapi rasanya, aku nyaman sekali dengannya. Kita teman dalam dunia maya, tak lama kita saling mengenal. Tapi, rasa nyaman ini sudah melebihi batas seharusnya... Aku hampir lupa untuk berpijak kembali ditanah, aku hampir saja sulit membedakan maya dan nyata. Aku terlalu menikmati setiap detik bersama mereka. Bahkan, sayatan luka hatipun terasa manis bila mereka yang melakukan. Aku tahu, pada akhirnya akan sama. Kita akan berpisah walau tanpa sebuah pertemuan nyata. Tapi, aku berusaha menikmatinya sebelum waktu itu tiba dan berbicara memisahkan kita.

            Apa aku terlalu berlebih? Apa mereka sama merasakan ini? Atau hanya aku yang melihat lonceng kenikmatan yang digoyangkan angin dan berderu dalam hati? Ya, sudah pasti aku terlalu berlebih. Mereka tidak akan tahu apa yang aku rasa sebenarnya, mereka anggap candaan sebagai sebuah simbol perkenalan. Karna kini, yang palsu selalu dipercaya. Lucunya dunia ini, sandiwara berparas manis namun mengikis anarkis, sudah menjadi bagian lumrah kesehariannya.

            Kini, aku hanya tersenyum saat mereka satu persatu melesat hilang meninggalkan memory pelangi. Kini aku terpaku kaku menyesali mereka yang bahkan aku tidak tahu siapa mereka sebenarnya. Teman dunia maya, mudah datang mudah pergi. Aku akan menemuimu nanti, walau kata tidak mungkin selalu menghantui, walau kabar tidak pernah aku dapatkan lagi, walau hanya aku yang berusaha untuk mencari. Kita bisa bertemu, bahkan tanpa prakata dan tatap mata. Ya setidaknya, aku berhasil bertemu dengan mereka, walau itu didalam dimensi dunia yang berbeda....