17 Februari 2014

Banyak perasaan yang terlibat dalam kata


Semakin lama aku berharap, semakin nyata menghilang kau kerap. Diawali kita saling melindungi dan saling menuntun, Dipertengahan pernah hilang rasa itu. Lalu, diantara kita ada yang berjalan dan berusaha memulai lagi, agar rasa yang kemarin itu datang kembali, seakan hari terulang lagi. Kau tahu? Itu berhasil.

Bukan cinta, bukan pengisi hati. Namun kata yang mematahkan hati. Janji bukanlah permainan, hidup bukan sebuah candaan, Tolong mengertilah bagian serius dalam kisah ini. Kau pernah hilang seperti coretan pena, lalu kau tebalkan lagi agar kau terlihat semakin nyata, lalu ada dan melebihiku.

Aku tidak pernah marah, aku tidak ingin kau kecewa karenaku. Ku biarkan kau bermain peran dengan bayanganku, menjadi aku yang kedua dalam waktu yang tak banyak. Semakin hari kau mengerogotiku hingga habis rasa sabar ini. Tapi, aku diam karena masih tak ingin mengecewakanmu.

Menyayangimu bukan harus memanjakanmu. Jika jelas terlihat kau melakukan kesalahan? Tentu saja teguranku lantang diucapkan. Walau itu memunculkan amarah, tak masalah asalkan kau selalu dalam kata benar dimata Tuhan.

Pribadi baik akanku Ukir dalam kebisuan. Walau kau memandang sebelah mata dengan sifat dinginku ini, aku hanya ingin kau dewasa. Agar suatu Tahun yang baru, kau bisa membuat peran baru yang berjalan tanpa adanya aku.

Aku tahu kita saling merindukan. Bukan hidup namanya jika rasa rindu tidak pernah ada. Aku tahu kau iba dengan kondisiku yang berjalan seperti tangkai bunga yang layu, tanpa air, Tanpa tancapan untuk berdiri tegak. Tak usah khawatir, aku menikmati kesendirian ini.

Aku senang melihatmu mengukir senyum bersama dunia baru. Aku sadar tempat kita masih sama, dikolong langit. Mungkin saatnya skenario Tuhan tak berpihak kepada kita ya? Seakan satu tempat namun disekat, lalu satu pendengaran namun tertuliskan palsu. Walau bertemu saling menatap, tapi mulut membisu tanpa prakata.

Hai! matamu berbicara bahwa kau ingin berbagi kata walau sepatah! Akupun sama.. Mungkin, belum waktunya telur itu pecah. Kita tunggu sampai retakan pertama yang dapat mempertemukan kita lagi dalam satu Dialog. Kapan? Saat perpisahan semakin nyata, saat selamat tinggal menjadi dialog pertama kita, lalu diikuti kata maaf dan terimakasih.

Pernah berlinang air mata hanya karena belum terbiasa tanpa sosokmu? Pernah. Pernah merasa tak percaya diri karena langkah tanpa doronganmu?pernah. Pernah berlebihan merasa sendiri dan terasingi? Haha aku pernah. Sebelum tabah, negatif pernah mengalir didarah. Pertanyaan teman tentang ketidak hadiran kau, hanya-ku jawab dengan senyuman.

Sudahlah, saatnya masuk dunia baru yang lebih mandiri tanpa bisa menikmati masa muda dengan bermain berbagai peran. Tenanglah, Aku akan tetap ingat siapa kamu.

12 Februari 2014

Aries Itu Namaku Bagian 3

Untuk edisi #AriesItuNamaku bagian 3

Hai semuanya! maaf ya, saya baru muncul dan baru sempat posting cerbung bagian 3 ini heheh... Selain di dunia nyata saya sibuk, saya juga sekarang mau menempuh Ujian Nasional nih jadi jarang ada waktu buat nulis huhu:( maaf sudah membuat kalian menunggu, sekarang ... Sebelum baca bagian 3, baca dulu yuk Bagian 2 untuk yang belum disini.




“Hai, Namaku Suci kak hehe,” sambil ia sodorkan tangannya, tanda ingin bersalaman. Entah ada angin darimana, tiba-tiba aku membalas sapaannya dengan bersalaman dan memberikan senyum kepadanya. Mungkin bisa dibilang, dia adik kelas pertama yang berkenalan secara langsung denganku, dengan cara yang lebih hangat.

       Enam hari selanjutnya setelah acara pendaftaran pengurus baru, sangat tidak disangka jika aku semakin dekat saja dengan Suci, adik kelas pertama yang berhasil berkenalan langsung denganku, disertai “Jabat  tangan”. Semakin lama, munculah perasaan peduli, sayang, dan ketergantungan kepada sosoknya dari dalam diriku yang dikenal dingin dan cuek ini. Bisa dibilang, Suci membuka pikiranku. Bahwa tidak semua adik kelas itu menyebalkan. Semenjak aku berkenalan dengan Suci, semakin banyak saja adik kelas yang ingin berkenalan denganku dan ikut serta dalam menuliskan cerita selembar demi selembar di dalam diary hariku ini.

        Sosoku berubah. kini, aku dikenal sebagai Aries yang punya banyak anak buah. Ya begitulah teman sekelasku memberi julukan. Di mana ada Aries, di situlah ada adik kelas yang menemani...

        Oh ya, aku bingung. Kok aku tambah nyaman ya dengan Suci? Apa aku ... ah tidak mungkin! Sudahlah aku tidur saja bye!! Ketiku di dalam Note Laptopku.

       Keesokan harinya, aku merasa sangat grogi. Karena rencanannya, hari ini aku akan berkunjung ke rumah Suci! Dia berkata bahwa Mamanya sedang mengadakan acara keluarga kecil-kecilan. Tapi, heran juga sih ya, kenapa dia mengajaku? Ah sudahlah ... aku sangat tidak sabar ingin segera berangkat ke rumahnya!.

        Pukul satu siang setelah bel pulang berbunyi, aku segera pergi ke parkiran sekolah untuk menunggu Suci. Kita membuat janji untuk bertemu di sini, agar nanti, bisa langsung berangkat tanpa harus bingung mencari ke sana-kemari.

        Sudah 15 menit aku menunggu dia. Tapi dia ke mana ya? Hmm ... mungkin dia ada pelajaran tambahan kali ya? Akhirnya aku putuskan untuk menuju ke kelasnya. Aku pun berlari ke arah kelasnya. Tapi ternyata, kelasnya sudah kosong! Aku pun bergegeasbibtuk menelponnya. Jujur saja, aku sudah tidak sabar untuk bertemu dia dan juga keluarganya.  Mungkin aku sedang merasakan Jatuh cinta ... Sampai-sampai, aku tidak sabaran seperti ini? ahaha.

        "Tutt ... tuttt” Telponku belum diangkat juga. Kenapa aku menjadi gelisah seperti ini ya? Kuputuskan kembali ke area parkiran. Berharap Suci sudah berada di sana menungguku. Tapi ... ternyata tidak ada ...

        “Ka Ariesss!” Tiba-tiba terdengar suara wanita sambil berlari dibelakangku. 

        Dengan cepat aku membalikan badan dan berkata “Suci?” dan ternyata benar, itu Suci! Sungguh lega dan senang sekali akhirnya dia datang juga. Tapi ... kenapa dia membawa Bunga ya?

        "Suci ... kenapa lama banget? darimana aja? itu bunga dari siapa?” tanyaku.

        “Kakkkk! Kamu pasti ga percaya deh! Tadi ... aku ditembak sama Kak Ditya! Ini dikasih bungaaaaa! Ahhh aku seneng banget kak!” dia bercerita sembari mengandeng tanganku erat. Sepertinya dia senang sekali.                                    

         Bak disambar petir, tiba-tiba aku merasakan sakit. Apa ini sakit hati? Sungguh aku tidak bisa menerima ini. Aku pun tersenyum dengan penih keterpaksaan. Keringat dingin pun bercucuran dan mataku serasa panas.  “Ditembak? Terus ... kamu jawab apa?”       

                        

                  ~Bersambung~